Mantan PM Malaysia Muhyiddin Yassin Didakwa Menghina Raja Atas Pidato Kampanye
- AP Photo/Vincent Thian
Malaysia, VIVA  – Mantan Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin, didakwa dengan tuduhan penghasutan terkait pidato yang diduga mempertanyakan integritas raja negara.Â
Muhyiddin, yang memimpin Malaysia dari Maret 2020 hingga Agustus 2021, mengaku tidak bersalah di pengadilan Kelantan, sebuah negara bagian di timur laut Malaysia.
Tuduhan ini berawal dari pernyataan Muhyiddin dalam kampanye pemilihan sela di Kelantan bulan lalu. Dalam pidatonya pada 14 Agustus, Muhyiddin mengkritik Raja Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, yang saat itu menjabat sebagai raja Malaysia.Â
Disana, Muhyiddin mempertanyakan mengapa Sultan Abdullah tidak mengundangnya menjadi perdana menteri setelah Parlemen Malaysia mengalami kebuntuan politik pada November 2022. Dia mengklaim bahwa dirinya memiliki dukungan mayoritas di kalangan anggota parlemen, seperti yang dilansir dari AP pada Selasa, 27 Agustus 2024.
Malaysia menggunakan sistem monarki bergilir di mana sembilan penguasa negara bagian Melayu bergantian menjabat sebagai raja selama masa jabatan lima tahun, dimulai sejak kemerdekaan negara ini dari Inggris pada tahun 1957. Meskipun peran monarki di Malaysia lebih bersifat seremonial, mereka dihormati oleh mayoritas penduduk Muslim.
Sultan Abdullah, yang merupakan raja dari negara bagian Pahang, mengakhiri masa pemerintahannya pada 30 Januari tahun ini. Meskipun Sultan Abdullah tidak mengomentari kasus tersebut, putranya mengkritik keras pernyataan Muhyiddin, menuduh bahwa komentar tersebut berbahaya, dapat memecah belah rakyat, dan merusak institusi kerajaan.
Muhyiddin membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa pernyataannya berdasarkan fakta, mengingat dia telah mengumpulkan dukungan dari 115 dari 222 anggota parlemen. Ia juga menyatakan bahwa ia tidak berniat menghina keluarga kerajaan.
Zaid Malek dari Lawyers for Liberty, sebuah kelompok hak asasi manusia dan reformasi hukum, mengecam penggunaan Undang-Undang Penghasutan era kolonial terhadap Muhyiddin.Â
Menurut Zaid, mempertanyakan atau mengkritik pelaksanaan kekuasaan konstitusional oleh raja seharusnya tidak dianggap sebagai penghasutan.Â
Undang-undang ini, yang diperkenalkan Inggris pada tahun 1948, mengkriminalisasi ucapan atau tindakan yang dianggap menghasut, termasuk yang dapat memicu kebencian terhadap pemerintah dan monarki.
Zaid mengkritik Anwar Ibrahim, Perdana Menteri saat ini, yang sebelumnya berjanji untuk mencabut Undang-Undang Penghasutan namun menarik kembali janjinya. Menurut Zaid, sistem monarki konstitusional Malaysia memungkinkan untuk debat dan kritik terhadap pelaksanaan kekuasaan raja.