Susanti Mahfud Bakal Dieksekusi Mati di Arab Saudi pada Awal September
- pixabay
Jakarta, VIVA – Nyawa Pekerja Migran Indonesia (PMI), Susanti Mahfud, berada di ujung tanduk setelah dijadwalkan dieksekusi mati di Arab Saudi pada awal September ini.
Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, mendesak Pemerintah Indonesia untuk melakukan berbagai cara guna membatalkan hukuman tersebut.
“Pada awal September nanti, Susanti Mahfud, seorang warga negara Indonesia, akan menghadapi eksekusi mati di Riyadh. Meskipun ada kejanggalan, pada 2011, ia mengaku di pengadilan Arab Saudi telah membunuh anak majikannya,” kata Aznil Tan pada VIVA, Rabu 21 Agustus 2024.
Menurut Aznil, satu-satunya cara untuk menyelamatkan Susanti dari eksekusi adalah dengan membayar diyat atau uang darah sebagai kompensasi kepada keluarga korban. Namun, hingga kini, upaya untuk mengumpulkan dana masih belum mencapai hasil yang diharapkan, sementara waktu terus berjalan.
Badan yang berfokus pada hak-hak PMI dan itu juga mengkritik keras Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang dinilai belum mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan Susanti dari ancaman hukuman mati, termasuk dengan membantu dalam penyelesaian diyat tersebut.
"Susanti berangkat ke Arab Saudi secara resmi. Seharusnya negara bertanggung jawab penuh untuk melindunginya. Presiden Jokowi harus segera mengambil langkah khusus untuk membebaskan Susanti dari hukuman mati, setidaknya menunjukkan itikad baik dengan mendukung upaya pengumpulan dana diyat,” ujarnya.
Kritik juga dilontarkan kepada Gubernur Jawa Barat dan Bupati Karawang, yang dianggap kurang peduli terhadap kasus Susanti, meskipun daerah mereka mendapat manfaat dari remitansi yang dikirimkan PMI.
“Mirisnya, Gubernur Jawa Barat dan Bupati Karawang, yang seharusnya ikut bertanggung jawab melindungi PMI asal daerah mereka, tampak acuh tak acuh dalam mencari solusi. Sedangkan, daerah mereka terus menikmati remitansi dari PMI,” ungkap Aznil.
Migrant Watch pun mendesak pemerintah untuk hadir dan memberikan dukungan nyata bagi PMI yang menghadapi situasi kritis ini.
"Ini menyangkut harga diri bangsa. Negara harus hadir. Jangan hanya memamerkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang megah dengan anggaran Rp 42,5 triliun, sementara menyelamatkan nyawa warganya yang terancam hukuman mati justru diabaikan. Jika Susanti sampai dieksekusi mati, negara telah gagal dalam melindungi warga negaranya dan ini bisa menjadi aib bagi bangsa serta noda hitam dalam sejarah kita," serunya.
Aznil juga menegaskan bahwa pemerintah harus memberikan perhatian khusus kepada kasus PMI, karena mereka adalah pahlawan devisa yang menyumbang devisa terbesar kedua setelah migas.
Diketahui, pada tahun 2023, tercatat PMI menyumbangkan devisa sebesar Rp 227 triliun.
“Apakah kita tidak tergerak memberikan atensi khusus pada kasus pahlawan devisa ini?” paparnya.
Ia pun menyerukan kepada Presiden Jokowi, Gubernur Jawa Barat, dan Bupati Karawang untuk segera menyelamatkan Susanti dari hukuman mati.
"Kami sangat berharap Susanti dapat dibebaskan dari hukuman mati. Ini adalah tanggung jawab kita bersama. Negara harus hadir memberikan perlindungan bagi warganya sebagaimana diamanatkan konstitusi."