Muslim Rohingya Dibantai saat Tinggalkan Myanmar, 200 Orang Diperkirakan Tewas
- The Business Standard
Naypyidaw, VIVA – Ketakutan baru akan pembersihan etnis terhadap komunitas Muslim Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan meningkat setelah adanya laporan bahwa ratusan orang, termasuk wanita dan anak-anak, tewas akibat serangan pesawat nirawak saat melarikan diri dari negara bagian Rakhine, Myanmar barat pada minggu lalu.
Video yang dibagikan secara luas di media sosial menunjukkan puluhan mayat berserakan di tepian Sungai Naf yang berlumpur, yang memisahkan Myanmar dari Bangladesh.
Dalam satu video, di tepi barat distrik Myo Ma di kota Maungdaw, seorang pria menangis tersedu-sedu saat berjalan menyusuri jalan berlumpur yang berlumuran darah.
Mayat pria, wanita, dan anak-anak terlihat tergeletak di pasir, rumput, dan genangan air. Tumpukan pakaian dan barang-barang mereka yang berwarna-warni berserakan setengah terendam di sekitar sungai.
Para saksi mata dan aktivis Rohingya mengatakan bahwa serangkaian serangan pesawat nirawak pada 5 Agustus 2024, menghantam warga sipil yang melarikan diri dari pertempuran dan kekerasan di desa-desa mereka di Maungdaw, Rakhine utara.
Melansir dadi Saudi Gazette, Selasa, 13 Agustus 2024, keluarga pengungsi tersebut telah menunggu untuk menyeberangi sungai ke Bangladesh pada saat serangan itu.
Laporan yang belum diverifikasi menyebutkan jumlah korban tewas sekitar 200 orang. Ini akan menjadi salah satu serangan paling mematikan terhadap warga sipil dalam perang saudara tiga tahun di Myanmar, konflik yang pecah setelah kudeta militer tahun 2021.
Saksi dan aktivis yang berbicara kepada CNN mengklaim Tentara Arakan (AA), kelompok bersenjata etis yang kuat, yang memerangi militer Myanmar, bertanggung jawab atas serangan pada Senin lalu terhadap Rohingya.
Meski demikian, AA telah membantah terlibat, dengan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kematian ini tidak terjadi di wilayah yang berada di bawah kendali mereka dan tidak terkait dengan organisasi kelompok tersebut.
Namun, mereka menambahkan bahwa mereka sedang melakukan serangan di dekat Maungdaw untuk menguasai sepenuhnya kamp militer yang tersisa dan telah memperingatkan warga sipil sejak 16 Juni untuk mengevakuasi Muangdaw secepat mungkin.
"Kami sedih mengetahui bahwa warga Rohingya yang melarikan diri dari kota itu dilaporkan telah terbunuh oleh tembakan senjata ringan, pemboman, penenggelaman, serangan udara, atau ledakan besar di dekat pantai Maungdaw, yang menyebabkan penderitaan besar," kata AA dalam sebuah pernyataan.
AA menyalahkan kematian tersebut pada militer Myanmar dan kelompok bersenjata Rohingya yang bersekutu.
Namun, junta militer Myanmar menyalahkan AA atas serangan di Maungdaw yang mengklaim bahwa kelompok AA menembaki kota-kota kecil, distrik, dan desa-desa di negara bagian Rakhine menggunakan senjata berat dan pesawat nirawak dan menyiksa penduduk desa.
Sebagai informasi, warga Rohingya di Myanmar telah lama menderita kekejaman massal dan pemindahan paksa yang oleh banyak orang, termasuk para ahli Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dianggap sebagai genosida, yang dilakukan oleh militer negara tersebut.
Kekerasan terbaru ini mengingatkan pada serangan terhadap warga Rohingya pada tahun 2016 dan 2017, ketika militer Myanmar melancarkan kampanye brutal berupa pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran yang saat ini menjadi subjek penyelidikan genosida di Mahkamah Internasional.
Laporan oleh para aktivis dan media lokal menunjukkan serangan di desa-desa yang dekat dengan perbatasan Myanmar dengan Bangladesh, di sepanjang Sungai Naf, dengan laporan tentang lebih banyak kematian, kekerasan seksual, pembakaran rumah, dan wajib militer paksa oleh AA.
“Pertempuran semakin meningkat,” kata Nay San Lwin, seorang aktivis Rohingya dan salah satu pendiri Free Rohingya Coalition, yang berbicara dengan penduduk di Maungdaw.
"Ada sekitar 4.000 hingga 5.000 orang yang melarikan diri ke daerah yang dikuasai AA dan sekitar 5.000 orang di daerah pusat kota.”
Data penginderaan jarak jauh yang dikurasi oleh Sistem Informasi Kebakaran untuk Manajemen Sumber Daya NASA juga menunjukkan kebakaran dimulai di pusat kota Maungdaw pada dini hari tanggal 6 Agustus.
Citra satelit juga menunjukkan bekas luka termal di daerah-daerah mayoritas Rohingya di Maungdaw, meskipun kerusakan akibat kebakaran tampaknya tidak parah.