Wapres Iran Mundur karena Gagal Realisasikan Menteri Perempuan di Kabinet
- daily sabah
Teheran, VIVA – Mohammad Javad Zarif mengumumkan pengunduran dirinya sebagai wakil presiden Iran. Hal itu dikarenakan dia tidak merasa puas dengan komposisi atau susunan kabinet yang diusulkan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian.
Zarif mengungkapkan bahwa dari 19 menteri yang diperkenalkan, hanya tiga yang merupakan pilihan pertama yang direkomendasikan oleh komite pengarah, yang bertanggung jawab atas pemilihan kandidat.
Melansir dari Iran International, Senin, 12 Agustus 2024, dia juga mencatat bahwa sepuluh menteri yang diusulkan sama sekali tidak ada dalam daftar dewan.
Pengunduran diri Zarif menggarisbawahi rasa frustrasinya dengan proses tersebut, dan menyesalkan bahwa ia tidak dapat melaksanakan pendapat ahli dari komite, yang dibentuk untuk menemukan kandidat terbaik atau memenuhi janjinya untuk memasukkan perempuan, pemuda, dan kelompok etnis dalam kabinet.
"Saya tidak puas dengan hasil kerja saya dan saya malu karena saya tidak dapat mencapai pendapat ahli dari komite dalam pelibatan perempuan, pemuda, dan kelompok etnis seperti yang telah saya janjikan," kata Zarif dalam unggahannya.
Ia selanjutnya mengumumkan niatnya untuk kembali ke dunia akademis, dan meminta maaf kepada rakyat Iran atas ketidakmampuannya untuk menavigasi kompleksitas politik dalam negeri.
Pengunduran diri Zarif telah meningkatkan pengawasan dan kritik terhadap pilihan kabinet Pezeshkian.
Azar Mansouri, kepala Front Reformasi, juga mengecam kabinet yang diusulkan, dengan menyatakan bahwa, "Orang tidak boleh mengharapkan keajaiban dari pemerintahan ini, terutama mengingat lebih dari 80 persen kekuasaan negara berada di tangan entitas lain."
Daftar menteri yang diusulkan Pezeshkian, yang dikirim ke Parlemen untuk disetujui, telah menuai kritik karena dianggap sebagai langkah mundur.
Kabinet, dengan usia rata-rata 59,7 tahun, bertentangan dengan janji Pezeshkian sebelumnya bahwa 60 persen menteri akan berusia di bawah 50 tahun. Kenyataannya, hanya dua menteri yang termasuk dalam kategori ini, yang menyebabkan kekecewaan luas di antara mereka yang mengharapkan pemerintahan yang lebih muda dan lebih dinamis.
Abbas Araghchi, yang diperkenalkan sebagai Menteri Luar Negeri, menjabat sebagai wakil Zarif selama masa kepresidenan Hassan Rouhani, memainkan peran kunci dalam negosiasi nuklir dengan Barat.
Sementara itu, Esmail Khatib, yang dicalonkan sebagai Menteri Intelijen, memiliki rekam jejak negatif, termasuk ledakan di Kerman pada peringatan kematian mantan komandan IRGC Qasem Soleimani pada bulan Januari, yang mengakibatkan ratusan korban, serta pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.