Pernyataan Keras Swiss terhadap Israel soal Pemusnahan Warga Palestina dengan Kelaparan
- AP Photo/Hatem Ali
Moskow, VIVA - Otoritas Swiss tidak dapat menerima pernyataan Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, yang menyatakan bahwa kematian jutaan warga Palestina di Gaza bisa dibenarkan, kata Nicolas Bideau, kepala komunikasi di Kementerian Luar Negeri Swiss.
Pada Senin, 5 Agustus 2024, Smotrich mengatakan bahwa, dalam konteks perjuangan untuk membebaskan sandera Israel, dia menganggap secara moral dapat dibenarkan untuk memblokir bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, meskipun itu dapat menyebabkan kelaparan dan kematian dua juta warga Palestina.
Dia juga menyayangkan fakta bahwa komunitas internasional tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
"Pemusnahan warga sipil dengan sengaja melalui kelaparan adalah kejahatan perang. Pernyataan terbaru Menteri Smotrich tidak dapat diterima. Kami mengharapkan Pemerintah Israel menghormati hukum humaniter internasional," kata Bideau di X pada Kamis.
Kantor berita Turki, Anadolu, memberitakan, Prancis menyatakan kemarahan dan mengecam pernyataan Smotrich yang mengatakan tindakan untuk membuat warga Palestina di Gaza kelaparan sampai mati merupakan hal yang bisa dibenarkan.
"Prancis meminta Pemerintah Israel untuk mengutuk keras pernyataan yang tidak dapat diterima ini," kata pernyataan kementerian tersebut.
Kementerian Luar Negeri Prancis menekankan bahwa Israel harus mematuhi putusan Mahkamah Internasional (ICJ) tertanggal 26 Januari untuk melakukan segala yang mungkin guna mencegah tindakan genosida selama melangsungkan operasi militer di Gaza.
Pernyataan tersebut menggarisbawahi bahwa menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada 2 juta warga sipil dalam kondisi darurat di Gaza merupakan kewajiban berdasarkan hukum humaniter internasional.
Selain itu, merujuk kepada pernyataan Kepala Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan yang mengatakan bahwa mencegah penyaluran bantuan dapat dianggap sebagai kejahatan.
Kementerian Luar Negeri Prancis juga menunjukkan pentingnya mencapai gencatan senjata mengingat adanya risiko ketidakstabilan di kawasan tersebut dan jumlah korban jiwa yang tidak dapat diterima.
Israel menentang putusan ICJ untuk mencegah genosida dengan tidak mengizinkan bantuan kemanusiaan yang memadai untuk mencapai Gaza, menurut Amnesty International.
Israel telah memberlakukan blokade yang melumpuhkan di Jalur Gaza sejak serangan lintas batas pada 7 Oktober 2023 oleh kelompok Palestina Hamas yang menyebabkan seluruh penduduk wilayah itu berada di ambang kelaparan.
Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, Israel juga menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang berkelanjutan di Gaza.
Pada 7 Oktober 2023, Israel menjadi sasaran serangan roket yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Jalur Gaza.
Setelah itu, pejuang Hamas menyusup ke daerah perbatasan, menembaki militer dan warga sipil, serta menyandera lebih dari 200 orang.
Pihak berwenang Israel mengatakan bahwa sekitar 1.200 orang tewas selama serangan tersebut.
Sebagai balasan, IDF meluncurkan Operasi Pedang Besi di Jalur Gaza.
Hampir 40.000 warga Palestina telah tewas sejak Oktober lalu, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan lebih dari 91.600 orang terluka, demikian menurut otoritas kesehatan setempat. (ant)