Timbulkan 300 Lebih Korban Jiwa, Ini Akar Masalah Kerusuhan Mematikan di Bangladesh
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Dhaka, VIVA – Aksi demo mahasiswa di Ibu Kota Bangladesh, Dhaka yang berlangsung selama berminggu-minggu ini telah menimbulkan korban jiwa lebih dari 300 orang.
Demonstrasi besar-besaran Mahasiswa di Bangladesh berlangsung sejak 1 Juli 2024, awalnya kerusuhan terjadi hanya melibatkan peserta demonstran dengan kepolisian Dhaka.
Namun kerusuhan terus menyebar hingga ke kota-kota lain di Bangladesh, kerusuhan semakin kacau saat massa membakar gedung lembaga penyiaran pada 18 Juli 2024 lalu.
Kemudian Pada 20 Juli 2024, Al Jazeera melaporkan total korban tewas mencapai 110 orang dan setidaknya 300 petugas polisi terluka.
Update terkini, korban tewas terus bertambah, laporan dari BBC hingga akhir bulan Juli korban tewas mencapai lebih dari 300 orang.
Pada Senin 5 Agustus 2024, massa menggeruduk kediaman Perdana Menteri (PM) Bangladesh Sheikh Hasina, hingga akhirnya Hasina mengundurkan diri kabur menggunakan Helikopter menuju Delhi, India.
Massa yang gembira dengan kepergian Hasina kemudian menyerbu masuk tanpa perlawanan ke halaman kediaman Hasina yang mewah, massa menjarah isi rumah.
Selain itu, para pengunjuk rasa memanjat patung ayah Hasina, pendiri negara Sheikh Mujibur Rahman, dan mulai memahat kepalanya dengan kapak.
Penyebab Kerusuhan Mematikan di Bangladesh
Massa yang terdiri dari Mahasiswa merasa tidak puas dengan pemerintahan Bangladesh, sebab rumah bagi 170 juta orang itu dinilai belum menghasilkan lapangan pekerjaan bagi lulusan universitas.
Sekitar 18 juta warga muda Bangladesh sedang mencari pekerjaan dan lulusan universitas itu menghadapi tingkat pengangguran yang lebih tinggi daripada rekan-rekan mereka yang berpendidikan rendah.
Mahasiswa pun melakukan protes terhadap kuota pegawai negeri sipil yang mencapai 30 persen untuk keluarga veteran perang kemerdekaan Bangladesh tahun 1971.
Mereka menilai kuota tersebut dianggap telah menguntungkan sekutu partai yang saat ini sedang berkuasa.
Adapun partai yang saat ini berkuasa di negara tersebut adalah partai Liga Awami yang dipimpin oleh Perdana Menteri Sheikh Hasina yang merupakan Putri dari pendiri negara Bangladesh.
Sistem kuota pegawai negeri telah ditetap pada 1972 kemudian pada 2018 sistem kuota dihapus, akan tetapi saat Hasina kembali memimpin di Januari 2019, kuota pegawai negeri kembali diterapkan.
Sehingga para kritikus menganggap kebijakan tersebut tidak adil dan menguntungkan partai tertentu, sehingga para kritikus menyarankan untuk sistem seleksi berdasarkan prestasi.
Meskipun Bangladesh telah menjadi pusat ekspor pakaian siap pakai yang menjual pakaian senilai sekitar USD 40 miliar ke pasar global, akan tetapi sektor ini mayoritas diisi oleh perempuan.
Lapangan pekerjaan di pabrik tidak mencukupi bagi generasi muda yang bercita-cita tinggi.
Sehingga mahasiswa-mahasiswa seperti di Universitas Shaka menuntut kuota pekerjaan di pemerintahan dihapuskan dan memberikan kesempatan bagi generasi muda.