KBRI Dhaka: WNI yang Tewas di Bangladesh Terlalu Banyak Hirup Asap saat Kerusuhan

Aksi Demo di Bangladesh yang Sebabkan 110 Orang Tewas
Sumber :
  • Al Jazeera

Dhaka, VIVA – Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Dhaka telah menginformasikan bahwa seorang Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi korban tewas dalam kerusuhan yang terjadi di Bangladesh..

Gempa Dahsyat M 7,3 Vanuatu, Kemlu: Tidak Ada WNI Jadi Korban

Berdasarkan laporan KBRI Dhaka, hotel tempat DU menginap terbakar di tengah-tengah kerusuhan, korban meninggal akibat terlalu banyak menghirup asap pada Senin, 5 Agustus 2024.

DU datang ke Bangladesh sejak 1 Agustus untuk keperluan bisnis, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah menghubungi keluarga almarhum dan pihaknya akan memfasilitasi repatriasi atau pemulangan jenazah ke tanah air, bekerja sama dengan perusahaan tempat almarhum​ bekerja.

Soal Kabar WNI Gabung HTS di Suriah, Kemlu: Kami Masih Terus Cari Data-datanya

Massa memasuki kediaman Perdana Menteri Bangladesh

Photo :
  • Al Jazeera

Kemlu dan KBRI Dhaka mengimbau kepada para WNI untuk meningkatkan kewaspadaan dan menghindari kerumunan massa dan lokasi demonstrasi serta mengikuti arahan dari KBRI Dhaka.

Kemlu Sebut Indonesia Tak Mau Buru-buru Akui Pemerintahan Baru Suriah

Untuk mengantisipasi, Kemlu menyarankan kepada WNI untuk menunda perjalanan ke Bangladesh sampai situasi dan kondisi keamanan membaik.

Diberitakan sebelumnya, pada Senin 5 Agustus 2024, massa menggeruduk kediaman Perdana Menteri (PM) Bangladesh Sheikh Hasina.

Demi keamanan PM Bangladesh, ia pun memutuskan untuk mundur dan melarikan diri menggunakan helikopter ke wilayah Delhi, India.

Massa yang gembira menyerbu masuk tanpa perlawanan ke halaman kediaman presiden yang mewah, sambil membawa serta perabotan dan TV yang dijarah.

Di tempat lain di Dhaka, para pengunjuk rasa memanjat patung ayah Hasina, pendiri negara Sheikh Mujibur Rahman, dan mulai memahat kepalanya dengan kapak.

sudah ratusan orang tewas dalam tindakan keras terhadap demonstrasi sebagai protes yang terhadap kuota pekerjaan dan merambat menjadi gerakan yang menuntut penggulingannya.

Protes dimulai dengan para pelajar yang turun ke jalan untuk menentang kebijakan pemerintah yang menyisihkan sebagian pekerjaan pemerintah untuk keluarga korban perang kemerdekaan negara itu tahun 1971.

Kuota pekerjaan sebesar 30 persen untuk "pejuang kemerdekaan" dan kerabat mereka berlaku hingga tahun 2018, ketika dibatalkan oleh pemerintah Hasina karena protes yang disertai kekerasan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya