PM Bangladesh Nangis Stasiun Kereta Hancur usai Kerusuhan, Masyarakat: Air Mata Buaya
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Dhaka – Pemimpin Bangladesh diolok-olok setelah menangis di stasiun kereta yang hancur selama anti protes pemerintah. Namun, masyarakat menilai bahwa itu adalah air mata buaya. Setidaknya 150 orang tewas akibat bentrokan nasional antara polisi dan mahasiswa, sementara pasukan keamanan dituduh melakukan kekerasan yang berlebihan.
Dilansir dari Saudi Gazette, Senin, 29 Juli 2024, para pengunjuk rasa telah menyerukan agar kuota pekerjaan pemerintah (PNS) dihapuskan.
Di dunia maya, banyak yang menuduh Hasina tidak menunjukkan simpati yang sama terhadap mereka yang telah meninggal, atau keluarga mereka.
Foto-foto tersebut diambil selama kunjungan Hasina ke stasiun kereta metro di kota Mirpur, pada Kamis, 25 Juli 2024, di mana mesin penjual tiket dan stasiun kontrol sinyal hancur. Hasina juha terlihat mengerutkan kening dan menyeka air matanya dengan tisu.
"Mentalitas macam apa yang membuat mereka menghancurkan fasilitas yang memudahkan hidup orang? Kota Dhaka macet total. Rel metro menawarkan kelegaan. Saya tidak bisa menerima penghancuran fasilitas transportasi yang dibuat dengan teknologi modern ini," kata Perdana Menteri Hasina.
Komentarnya itu lantas memancing kemarahan pengguna internet Bangladesh.
"Kami kehilangan (ratusan) mahasiswa. Namun PM Sheikh Hasina punya waktu untuk "menangis" demi rel metro, bukan demi orang-orang yang tidak akan pernah kembali lagi," kata seorang pengguna Twitter.
"Meneteskan air mata buaya demi rel kereta sementara yang lain (telah meninggal)," komentar yang lain.
Jurnalis Zulkarnian Saer, yang sebelumnya menentang pemerintah, mengatakan bahwa Hasina punya waktu untuk mengunjungi stasiun kereta yang dirusak, tetapi dia tidak mengunjungi keluarga mahasiswa yang ditembak mati selama protes.
Beberapa orang menyebut foto-foto itu sebagai upaya untuk mengalihkan perhatian dari kematian akibat protes.
"Tidak diragukan lagi bahwa dia pergi ke sana untuk mendapatkan perhatian dan empati," tulis seorang pengguna Facebook.
Sebagai informasi, pasukan keamanan dituduh menggunakan kekerasan berlebihan untuk meredakan kerusuhan, tetapi Hasina justru menyalahkan lawan politiknya atas gelombang kekerasan tersebut.
Pemerintah berupaya untuk menekan militan ini dan menciptakan lingkungan yang lebih baik, menurut wanita berusia 76 tahun itu awal minggu ini.
Dia menambahkan bahwa dirinya dipaksa memberlakukan jam malam demi keselamatan publik.
Protes, yang sebagian besar dilakukan oleh mahasiswa, dimulai sekitar dua minggu lalu terkait kuota yang diberlakukan untuk pekerjaan pemerintah.
Bangladesh sebelumnya telah menyediakan sekitar 30 persen dari pekerjaan pemerintah bergaji tinggi untuk keluarga dari mereka yang berjuang dalam perang kemerdekaan negara itu dari Pakistan pada tahun 1971.
Pada hari Minggu, 28 Juli 2024, pengadilan tinggi Bangladesh membatalkan sebagian besar kuota PNS dan memutuskan bahwa 93 persen jabatan sekarang akan diisi berdasarkan prestasi.
Gelombang kerusuhan ini merupakan ujian yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi Hasina, yang mengamankan masa jabatan keempatnya sebagai perdana menteri pada bulan Januari, dalam pemilihan kontroversial yang diboikot oleh partai-partai oposisi utama negara tersebut.