Pemerintah Sri Lanka Minta Maaf ke Umat Islam usai Paksa Korban Covid-19 Dikremasi

Ilustrasi mayat/jenazah.
Sumber :
  • Pixabay.

KolomboPemerintah Sri Lanka pada Selasa, 23 Juli 2024, secara resmi meminta maaf kepada masyarakat Muslim di pulau itu karena memaksa korban COVID-19 untuk dikremasi, dan mengabaikan jaminan WHO bahwa penguburan sesuai dengan ritual Islam adalah aman.

Pelamar CPNS 2024 Capai 3,2 Juta, Ini 10 Instansi Paling Diminati

"Kabinet mengeluarkan permintaan maaf mengenai kebijakan wajib kremasi selama pandemi COVID-19," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan.

Ilustrasi COVID-19/virus corona.

Photo :
  • Pixabay/mattthewafflecat
Kuota 2024 Habis, Luhut Pastikan Subsidi Motor Listrik Lanjut di Era Prabowo

Dikatakan bahwa undang-undang baru akan menjamin hak penguburan atau kremasi untuk memastikan kebiasaan pemakaman umat Islam atau komunitas lainnya tidak dilanggar di masa depan.

Secara tradisional, umat Islam menguburkan jenazah mereka menghadap Mekah. Mayoritas umat Buddha di Sri Lanka biasanya dikremasi, begitu pula umat Hindu.

3 Pencopet Ditangkap di GBK Usai Beraksi dalam Kerumunan Jemaat Misa Akbar

Perwakilan Muslim di Sri Lanka menyambut baik permintaan maaf tersebut, namun mengatakan seluruh komunitas mereka, yang berjumlah sekitar 10 persen dari 22 juta penduduk pulau itu, masih mengalami trauma.

“Kami sekarang akan menuntut dua akademisi, Meththika Vithanage dan Channa Jayasumana, yang berada di balik kebijakan kremasi paksa pemerintah,” kata Hilmy Ahamed, juru bicara Dewan Muslim Sri Lanka.

"Kami juga akan meminta kompensasi," tambahnya, dikutip dari The Sundaily, Rabu, 24 Juli 2024.

Ahamed mengatakan pasangan muda Muslim menderita kesedihan yang tak terkira ketika bayi mereka yang berusia 40 hari dikremasi oleh negara di luar keinginan mereka.

Presiden saat itu, Gotabaya Rajapaksa, melarang penguburan meskipun pemerintahannya menghadapi kecaman internasional di Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan forum-forum lain karena melanggar norma-norma pemakaman Muslim.

Dalam sebuah buku yang diterbitkan awal bulan ini, Rajapaksa membela tindakannya dengan mengatakan bahwa dia hanya menjalankan “nasihat ahli” dari Vithanage, seorang profesor sumber daya alam, untuk tidak membiarkan korban COVID-19 dikuburkan. Padahal, Vithanage tidak memiliki latar belakang medis.

Rajapaksa menghentikan kebijakan kremasi paksa pada Februari 2021 menyusul permohonan dari Perdana Menteri Pakistan saat itu, Imran Khan, saat berkunjung ke Sri Lanka.

Presiden Gotabaya Rajapaksa yang digulingkan di Bandara Don Mueaung, Thailand

Photo :
  • AP Photo/Tananchai Keawsowattana

Pemerintah kemudian mengizinkan penguburan di daerah terpencil Oddamavadi di timur pulau itu di bawah pengawasan ketat militer, tetapi tanpa partisipasi keluarga korban.

Sebagai informasi, Rajapaksa dipaksa keluar dari jabatannya dua tahun lalu setelah berbulan-bulan terjadi protes atas krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menyebabkan kekurangan makanan, bahan bakar dan obat-obatan di negara itu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya