Tentara Israel Sebut Penembakan Warga Palestina di Gaza Bagaikan Permainan di Komputer
- counterfire.org
ISRAEL – Enam tentara Israel menggambarkan budaya "tembak dulu, tanya belakangan" dalam tentara Israel di Gaza, menurut sebuah artikel yang diterbitkan oleh majalah +972 Israel.
"Rasanya seperti permainan komputer," kata seorang tentara yang hanya diidentifikasi sebagai A kepada majalah tersebut, ia menggambarkan pengalamannya selama ini sebagai tentara yang meruntuhkan kondisi di Gaza.
"Sesekali, sebuah bangunan runtuh... dan perasaannya adalah, 'Wah, gila sekali, asyik sekali,'" tambahnya.
Tentara lainnya yang diidentifikasi hanya dengan nama M menggambarkan penembakan tersebut sebagai peristiwa yang tak terbatas, bahkan ketika mereka menembak dengan alat senapan mesin, tank, dan mortir.
Yuval Green, seorang tentara cadangan berusia 26 tahun dari Yerusalem baru-baru ini menandatangani surat dari 41 tentara cadangan lainnya yang menolak untuk ambil bagian dalam invasi Rafah.
Green adalah salah satu dari dua tentara yang mengatakan tembakan tanpa batas dari sesama prajurit Israel ini merupakan bahaya terbesar yang mereka rasakan saat berada di Gaza.
Saat berbicara kepada majalah tersebut, tentara Israel menjelaskan hampir tidak adanya peraturan menembak dalam perang Gaza.
Ketika para tentara menembak, mereka melakukannya dengan sesuka hati mereka. Mereka bahkan membakar rumah-rumah dan meninggalkan mayat di jalan.
“Ada kebebasan bertindak sepenuhnya,” kata seorang prajurit lain yang bertugas di pasukan reguler di Gaza selama berbulan-bulan, termasuk di pusat komando batalionnya.
“Jika ada perasaan terancam, tidak perlu dijelaskan Anda tinggal tembak saja,” lanjutnya.
Ketika tentara melihat seseorang mendekat, mereka diperbolehkan untuk menembak ke pusat massa (bagian tubuh), bukan ke udara.
“Diperbolehkan untuk menembak semua orang, baik gadis muda maupun wanita tua,” ucapnya.
Diketahui, hampir 38.200 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak dan 88.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Sembilan bulan setelah perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan terhadap makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional yang putusan terakhirnya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan operasi militernya di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum kota itu diinvasi pada tanggal 6 Mei.