China Bantah Laporan AS Terkait Masalah Kebebasan Beragama
- ANTARA/M. Irfan Ilmie
Beijing – China mendesak Amerika Serikat (AS), pada Senin, 1 Juli 2024, untuk berhenti menggunakan masalah agama dan mencampuri urusan dalam negerinya. Selain itu, Beijing juga menolak laporan yang dikeluarkan oleh Washington pada minggu lalu mengenai kebebasan beragama.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning, saat berpidato di konferensi pers, menolak laporan tersebut.
"Laporan AS tidak memiliki dasar faktual. Laporan tersebut penuh dengan kebohongan dan disinformasi serta berbau bias ideologis. Ini merupakan distorsi terhadap kebijakan keagamaan Tiongkok. Tiongkok menentangnya," kata Mao Ning, dikutip dari ANews, Selasa, 2 Juli 2024.
Dalam Laporan Kebebasan Beragama Internasional tahun 2023, Departemen Luar Negeri AS mengatakan pemerintah Tiongkok melakukan pengawasan dan penindasan terhadap Muslim di wilayah otonomi Xinjiang, China, dan mengkritik Beijing atas genosida terhadap etnis Uighur.
“Pemerintah Tiongkok melindungi kebebasan beragama warga negara sesuai dengan hukum. Masyarakat dari semua kelompok etnis di Tiongkok sepenuhnya berhak atas kebebasan beragama sebagaimana ditentukan oleh hukum,” ujar Mao Ning.
Di Tiongkok, katanya, terdapat hampir 200 juta pemeluk agama, lebih dari 380.000 pegawai, sekitar 5.500 kelompok agama, dan lebih dari 140.000 tempat yang terdaftar untuk kegiatan keagamaan.
Apa yang disebut sebagai tuduhan genosida hanyalah kebohongan yang disebarkan oleh pihak AS, lanjutnya.
“Sejak sensus penduduk pertama pada tahun 1953 hingga sensus ketujuh pada tahun 2020, populasi Uighur di Xinjiang telah meningkat dari 3,6076 juta menjadi 11,6243 juta. Peningkatan tersebut tidak hanya melebihi jumlah total penduduk di Xinjiang, tetapi juga etnis minoritas di Tiongkok secara keseluruhan,” ucapnya.
Dia mengatakan AS sendiri penuh dengan politisasi agama, skandal yang melibatkan pegawai ulama, aliran sesat, dan berbagai masalah lainnya.
“Diskriminasi dan penganiayaan agama adalah hal biasa dan kebebasan beragama sangat terkikis (di AS). AS tidak dalam posisi untuk menceramahi negara lain atau menyalahkan situasi keagamaan mereka. Kami mendesak AS untuk menghormati fakta, memperbaiki kesalahannya, dan berhenti menggunakan isu-isu agama untuk mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok,” pungkasnya.