Kasus Rasisme di Prancis Naik 32 Persen, Terbanyak Dialami Umat Muslim

Ilustrasi agama dan keberagaman
Sumber :
  • Freepik: macrovector_official

Paris – Kasus rasisme di Prancis mengalami peningkatan signifikan sebesar 32 persen pada tahun 2023, seperti yang disoroti dalam laporan Komisi Konsultatif Nasional Hak Asasi Manusia Prancis (CNCDH) yang dirilis, pada Kamis lalu, 27 Juni 2024.

Miris Lebih 200 Anak di Lebanon Tewas Akibat Serangan Brutal Israel

Laporan tersebut mencatat penurunan toleransi terhadap kelompok minoritas di seluruh Perancis, khususnya berdampak pada komunitas Yahudi, dimana umat Islam menghadapi tingkat intoleransi tertinggi.

Ilustrasi agama dan keberagaman

Photo :
  • Freepik: pikisuperstar
Setelah Mary Jane, Menko Yusril: Prancis dan Australia Ajukan Permohonan Pemindahan Narapidana

Kementerian Dalam Negeri melaporkan peningkatan keseluruhan dalam kasus rasisme, dan menghubungkan peningkatan paling tajam dengan kasus antisemit, yang melonjak sebesar 284 persen.

"Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap angka-angka ini termasuk konflik yang sedang berlangsung seperti tindakan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober, dan perdebatan nasional yang memecah belah seputar kebijakan suaka dan migrasi," menurut CNCDH, dikutip dari Saudi Gazette, Senin, 1 Juli 2024.

Erdogan Benarkan Turki Tutup Wilayah Udaranya untuk Pesawat Presiden Israel

Data statistik mengungkapkan bahwa sekitar 1 juta orang mengalami setidaknya satu insiden rasis pada tahun 2023.

Laporan tersebut menggarisbawahi meningkatnya sentimen ketidaknyamanan di kalangan warga Perancis, dengan 51 persen menyatakan tidak betah berada di negara mereka sendiri, yang berarti peningkatan sebesar delapan poin persentase dibandingkan musim semi tahun 2022.

Selain itu, 56 persen responden, naik tujuh poin dari tahun sebelumnya, diyakini bahwa Prancis menampung terlalu banyak imigran.

Statistik ini mencerminkan iklim politik dan sosial saat ini di Perancis, terutama dengan bangkitnya partai sayap kanan National Rally (RN), yang memperoleh lebih dari 30 persen suara dalam pemilihan Parlemen Eropa yang diadakan pada bulan Juni.

Emmanuel Macron, President of French

Photo :
  • VIVA.co.id/Arianti Widya

Keberhasilan pemilu ini juga mendorong Presiden Prancis Emmanuel Macron mengakui kekalahan blok tengahnya, dan membubarkan parlemen, serta menyerukan pemilu cepat.

Pemimpin RN Jordan Bardella menekankan migrasi sebagai isu sentral, dan menyebut beban yang dihadapinya terhadap keuangan publik dan sistem jaminan sosial tidak berkelanjutan.

Bardella berjanji untuk mengurangi migrasi, menghapuskan kewarganegaraan hak kesulungan, menyederhanakan prosedur deportasi bagi penjahat asing, dan melaksanakan reformasi ekonomi.

Pemilu Perancis mendatang akan dilaksanakan dalam dua putaran, yang dijadwalkan pada 30 Juni dan 7 Juli.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya