Tajikistan Negara Mayoritas Muslim Larang Penggunaan Hijab, Melanggar Didenda Rp99 Juta

Wanita Tajikistan mengenakan kerudung atau hijab penutup kepala
Sumber :
  • World Bank

Dushanbe – Tajikistan yang mayoritas penduduknya Muslim melarang penggunaan hijab dan menyebutnya sebagai pakaian asing. Tajikistan juga melarang 'Idi', kebiasaan anak-anak mencari uang (thr) saat Idul Fitri.

Ketua Baleg Garansi DPR Serius Garap RUU Perampasan Aset

Langkah pelarangan hijab di negara Asia Tengah ini merupakan langkah terbaru dari serangkaian langkah pemerintah untuk mempromosikan identitas nasional sekuler.

Dengan sekitar 10 juta Muslim, diketahui lebih dari 96 persen penduduk Republik Tajikistan menganut berbagai sekte Islam.

Sebelum Disepakati, Baleg DPR Sebut Ada 299 RUU Masuk Usulan

Mengistilahkan jilbab sebagai "pakaian asing", Presiden Tajikistan Emomali Rahmon menyetujui rancangan undang-undang yang mengatur dan melarang jilbab Arab, menurut laporan AKIpress, kantor berita yang berbasis di Bishkek.

Ilustrasi hijab atau burka.

Photo :
  • Pixabay
Manggung di Aceh, Bernadya Pakai Hijab

Melansir dari India Today, Selasa, 25 Juni 2024, Undang-undang baru ini juga mencakup denda yang besar bagi pelanggarnya, berkisar antara 8 ribu hingga 65 ribu Somoni atau setara Rp 99 juta. Pejabat pemerintah dan otoritas agama, yang gagal mematuhi undang-undang baru tersebut, akan dikenakan denda yang jauh lebih tinggi.

Presiden negara Asia Tengah, Emomali Rahmon, juga menandatangani undang-undang yang melarang 'pengeluaran berlebihan' dan kebiasaan Idi, yang terkait dengan hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan Nowruz, kata laporan itu.

Ketua Komite Agama, Sulaiman Davlatzoda, mengatakan kepada Radio Ozodi Tajikistan, bahwa alasan pelarangan Idi, adat istiadat anak-anak, adalah untuk memastikan pendidikan yang layak dan memastikan keselamatan mereka selama Ramadhan dan Idul Adha.

Presiden Anti-hijab

Siaran pers Presiden Tajikistan mengatakan bahwa langkah tersebut bertujuan untuk melindungi nilai-nilai leluhur dan budaya nasional. Perkembangan ini menyusul larangan tidak resmi selama bertahun-tahun di Tajikistan, yang presidennya menyebut jilbab sebagai pakaian asing dalam sebuah negara.

Presiden Tajikistan Emomali Rahmon

Photo :
  • Yahoo News

Selain itu, sebuah langkah yang mendapat kritik luas dari organisasi hak asasi manusia dan kelompok advokasi Muslim, adalah yang terbaru dari serangkaian tindakan pemerintah Tajikistan untuk mempromosikan identitas nasional sekuler.

Sepanjang pelarangan tidak resmi tersebut, rezim Rahmon telah lama mengkritik hijab, memandangnya sebagai ancaman terhadap warisan budaya negara dan simbol pengaruh asing.

Pada tahun 2015, Presiden Emomali Rahmon juga meluncurkan kampanye menentang hijab, dengan menyatakan bahwa itu adalah tanda buruknya pendidikan dan ketidaksopanan.

Larangan terhadap hijab dimulai pada tahun 2007, ketika Kementerian Pendidikan Tajik melarang pakaian Islami dan rok mini gaya Barat untuk pelajar. Larangan itu akhirnya diperluas ke semua lembaga publik.

Hal ini terjadi bahkan ketika pemerintah melakukan kampanye untuk mempromosikan pakaian nasional Tajik, termasuk melalui panggilan telepon otomatis.

Beberapa negara mayoritas Muslim, termasuk Kosovo, Azerbaijan, Kazakhstan dan Kyrgyzstan, juga telah melarang burqa dan hijab di sekolah umum serta universitas atau di kantor pemerintah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya