Klaim Punya Pabrik di Palestina, Coca-Cola Dapat Kecaman dari Warga Bangladesh
- Pixabay/fancycrave1
Bangladesh – Sebuah iklan Coca-Cola yang bertujuan untuk menjauhkan perusahaan tersebut dari hubungan dengan Israel, justru mendapat kecaman luas di Bangladesh.
Iklan berdurasi 60 detik tersebut, yang disiarkan di TV dan media sosial pada 9 Juni, bertujuan untuk melawan boikot minumannya selama berbulan-bulan oleh jutaan orang Bangladesh.
Iklan tersebut, yang memulai debutnya pada pertandingan kriket Piala Dunia T20 Pakistan-India yang sangat dinantikan, dibuka dengan adegan di pasar pada cuaca yang cukup panas.
Seorang pemuda bernama Sohail mendekati seorang penjaga toko paruh baya yang dia panggil Bablu bhai. Penjaga toko, menawarkan Sohail sebotol Coke-Cola, namum dia menolak, dengan mengatakan: "Tidak Bablu bhai, saya tidak akan meminum minuman ini lagi."
Ketika penjaga toko bertanya alasannya, Sohail menjawab: "Barang ini dari 'tempat itu'." Dia tidak menyebutkan secara spesifik tempat tersebut, tetapi tampaknya yang dia maksud adalah Israel.
Bablu kemudian mencoba meyakinkan Sohail dan teman-temannya bahwa Coca-Cola bukanlah produk Israel, dengan menyoroti kehadiran globalnya di 190 negara selama 138 tahun, termasuk Turki, Spanyol, Dubai, dan Palestina.
“Bahkan Palestina mempunyai pabrik Coke,” klaim iklan tersebut.
Namun, pernyataan dalam iklan tersebut justru mendapat reaksi keras, di mana pengguna media sosial mengecam perusahaan tersebut karena menyesatkan konsumen.
Para pendukung perjuangan Palestina yang memboikot Coca-Cola mengatakan perusahaan tersebut mengoperasikan pabrik di Atarot, sebuah pemukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.
“Jadi untuk menyembunyikan dukungan mereka terhadap genosida Israel dan menstabilkan penjualan mereka yang anjlok, mereka membuat iklan ini untuk menarik perhatian masyarakat Bangladesh dan dunia bahwa Coca-Cola memiliki pabrik di Tepi Barat yang diduduki dan mengambil keuntungan langsung dari pendudukan Israel,” tulis pengguna media sosial di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
"Coca-Cola menguntungkan Israel,” kata yang lain.
“Kalau tidak, kenapa mereka tidak langsung menyebutkan di iklan bahwa Coca-Cola bukan dari Israel?”
Dengan tagar #BoycottCocaCola, pengguna media sosial di negara itu berkomentar bahwa mereka akan menggandakan boikot mereka terhadap produk tersebut dan menyatakan bahwa iklan tersebut memperburuk citra perusahaan.
Di negara Asia Selatan, penjualan Coca-Cola juga dilaporkan turun hampir 25 persen sejak dimulainya serangan Israel di Gaza pada bulan Oktober.
Pengguna lain menunjukkan ironi kampanye tersebut, dengan menyatakan: "Akibatnya, masyarakat di Bangladesh juga memboikot toko yang menjual Coca-Cola."