Mahasiswa Universitas Harvard Menolak Gelar Sarjana Karena Protes Pro Palestina
- Maktoob Media
Inggris – Setidaknya 13 mahasiswa lulusan Harvard ditolak gelarnya karena protes pro-Palestina di universitas tersebut.
Dilansir dari Maktoob Media, tiga belas mahasiswa pro-Palestina dilarang lulus karena keterlibatan aktif mereka dalam protes kampus, bahkan setelah mayoritas mahasiswa Fakultas Seni dan Sains memilih agar mahasiswa tersebut diberikan gelar mereka.
Namun Harvard Corporation, badan pengelola universitas, pada bulan lalu memutuskan untuk menghentikan kelulusan mahasiswanya. Siswa yang lulus di salah satu lembaga pendidikan paling bergengsi di dunia ini tidak akan mendapatkan gelar mereka selama satu tahun.
Harvard Corporation melarang mahasiswa tersebut menerima gelar mereka pada upacara wisuda tahun ini pada tanggal 23 Mei karena keterlibatan mereka dalam perkemahan pro-Palestina selama tiga minggu di universitas Harvard pada bulan lalu.
“Saya menunggu keputusan banding saya keluar,” ucap Asmer Asrar Safi, 23 tahun, seorang mahasiswa internasional studi sosial dan etnis, migrasi, dan hak-hak di Harvard College, mengatakan kepada Al Jazeera.
“Saya seorang Sarjana Rhodes dan mencoba memastikan apakah saya dapat diterima sebagai mahasiswa di Universitas Oxford mengingat gelar Harvard saya telah ditahan selama satu tahun, meskipun saya telah memenuhi semua persyaratan akademik untuk program saya dan telah menyelesaikan program saya. persyaratan gelar,” lanjutnya.
Mahasiswa lainnya, Shraddha Joshi, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa ia sedang melakukan banding terhadap universitas mengenai status gelarnya, namun ia merasa mendapat ketidakpastian dalam hal itu.
“Setelah saya menyelesaikan permohonan banding, kami tampaknya berada dalam ketidakpastian sambil menunggu komunikasi dari universitas. Mahasiswa dan dosen cukup bingung dengan ambiguitas proses tersebut, dan batas waktu pengajuan banding tidak jelas,” mahasiswa lainnya, Shraddha Joshi, mengatakan kepada Al Jazeera.
“Saya seharusnya kuliah di Universitas Cambridge dengan Harvard-UK Fellowship, namun rencana saya sekarang berubah-ubah karena status gelar saya. Kurangnya transparansi dan komunikasi yang buruk dari para administrator membuat sulit untuk memprediksi seperti apa langkah kami selanjutnya,” tambahnya.
Safi mengatakan dia telah bekerja untuk tujuan pro-Palestina di kampus Harvard sejak tahun 2020, membantu mengatur berbagai acara.
“Shraddha dan saya telah merencanakan berbagai acara sehubungan dengan kampanye divestasi kami, yang telah berkembang pesat selama beberapa bulan terakhir, di mana para mahasiswa dipaksa untuk menghadapi keterlibatan universitas dalam kejahatan yang dilakukan terhadap warga Palestina,” katanya.
Lebih dari 1.000 mahasiswa Universitas Harvard melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk solidaritas dengan 13 mahasiswa sarjana yang belum mendapatkan gelarnya.