Buntut Surat Penangkapan PM Israel Netanyahu, Joe Biden Tidak Akui Lembaga ICC

VIVA Militer: Presiden Amerika Serikat, Joe Biden
Sumber :
  • politico.eu

Washington – Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan dalam sebuah wawancara dengan majalah Time, yang diterbitkan pada Selasa, 4 Juni 2024, bahwa Washington tidak mengakui Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang saat ini sedang mencari surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin Israel atas kejahatan perang di Jalur Gaza

Israel Kelabakan Lawan Houthi, AS Murka Bantu Gempur Ibu Kota Yaman

Menanggapi pertanyaan apakah Israel melakukan kejahatan perang di Gaza, Biden mengatakan bahwa hal tersebut tidak pasti dan sedang diselidiki oleh Israel sendiri.

"ICC adalah sesuatu (badan) yang tidak kami akui, kami tidak mengenalinya," kata Biden, dikutip dari The Cradle, Rabu, 5 Juni 2024.

Israel Berlakukan Jam Malam dan Tutup Toko-toko di Kota Deir Istiya Tepi Barat

VIVA Militer: Serangan militer Israel di kota Rafah, Jalur Gaza

Photo :
  • lbc.co.uk

Diketahui, Tel Aviv dan Washington bukan merupakan anggota ICC dan tidak termasuk di antara 124 penandatangan Statuta Roma ICC tahun 1998, yang menetapkan genosida sebagai salah satu dari empat kejahatan inti internasional. 

Saling Serang, Rusia Gunakan Rudal dari Korea Utara untuk Hancurkan Ukraina

Setelah keputusan ICC untuk meminta surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, para pejabat AS mengancam ICC dengan sanksi.

Mike Johnson, Ketua DPR AS dari Partai Republik, bulan lalu menyerukan agar jaksa ICC Karim Khan dikembalikan ke tempatnya, dan menambahkan bahwa “undang-undang agresif” terhadap pengadilan yang bermarkas di Den Haag sedang dalam proses. 

Selama wawancara dengan Time, Biden ditanya tentang upaya yang sedang berlangsung untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan di Jalur Gaza.

VIVA Militer: Tentara Israel menyerbu Jalur Gaza, Palestina

Photo :
  • timesofisrael.com

"Israel sangat menginginkan gencatan senjata untuk memulangkan para sandera,” kata presiden AS.

Dia juga menyalahkan Hamas atas penundaan gencatan senjata tersebut.

Pada Jumat, 31 Mei, Biden berpidato di mana ia menyampaikan proposal baru untuk perjanjian gencatan senjata dan pertukaran sandera, yang mencakup penghentian permusuhan secara permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza. 

Biden mengatakan, usulan tersebut ditawarkan oleh Israel. Seorang pejabat Israel yang dekat dengan Netanyahu mengatakan bahwa Tel Aviv telah menyetujui proposal tersebut. Hamas juga mengatakan pihaknya memandang positif inisiatif baru ini.

Namun, pada hari Senin, 3 Juni 2024, perdana menteri Israel secara efektif menolak inisiatif tersebut dan mengatakan bahwa tidak ada gencatan senjata permanen yang akan diterima.

Dia menegaskan niat Israel untuk melanjutkan perang setelah tahanan Israel dikembalikan, yang merupakan sebuah pelanggaran terhadap ketentuan proposal baru. 

Dia juga mengklaim ada kesenjangan antara proposal yang disetujui Israel dan proposal yang diajukan Biden, sesuatu yang dibantah oleh Hamas dan pejabat AS. 

Banyak warga Israel, termasuk keluarga tahanan di Gaza, baru-baru ini menuduh perdana menteri sengaja menyabotase perundingan gencatan senjata dan memperpanjang perang karena alasan politik.

Menanggapi pertanyaan mengenai tuduhan tersebut, Biden berkata: “Saya tidak akan mengomentari hal itu. Ada banyak alasan bagi orang untuk menarik kesimpulan itu.”

Biden kemudian menolak tuduhan bahwa Israel sengaja menggunakan kelaparan sebagai senjata dalam perangnya melawan Jalur Gaza. 

"Tidak, menurut saya tidak demikian. Mamun Israel telah terlibat dalam aktivitas yang tidak pantas.” 

Penolakan Biden terjadi meskipun ada peringatan dari Human Rights Watch (HRW), PBB, dan lembaga lain, termasuk Afrika Selatan, yang menuduh Tel Aviv melakukan genosida dalam kasusnya di Mahkamah Internasional (ICJ). 

Bulan lalu, PBB juga memperingatkan bahwa Gaza utara dilanda kelaparan yang parah.

Ribuan anak-anak saat ini menghadapi risiko kematian karena kelaparan akibat perang Israel, khususnya operasi yang terjadi di kota Rafah di selatan Gaza, yang sangat menghambat upaya untuk membawa bantuan kemanusiaan ke jalur tersebut karena penutupan perbatasan kota oleh Israel.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya