Israel Tetapkan UNRWA Sebagai Teroris, Arab Saudi dan Qatar Murka
- Al Jazeera
Riyadh – Arab Saudi dan Qatar mengutuk otoritas Israel, yang melemahkan upaya Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) untuk Pengungsi Palestina dengan menjulukinya sebagai organisasi teroris.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri Qatar, disebutkan dukungannya terhadap UNRWA.
“Upaya parlemen Israel untuk mengklasifikasikan UNRWA sebagai organisasi teroris adalah perpanjangan dari kampanye sistematis yang bertujuan untuk membubarkan badan tersebut pada saat kebutuhan akan layanan kemanusiaan sangat mendesak akibat perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza,” bunyi pernyataan tersebut, dikutip dari Middle East Monitor, Selasa, 4 Juni 2024.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi juga mengecam tindakan tersebut, dengan mengatakan bahwa para pegawai UNRWA melakukan tugas mereka untuk meringankan parahnya bencana kemanusiaan yang dialami rakyat Palestina.
UNRWA sendiri didirikan pada tahun 1949 oleh Majelis Umum PBB (UNGA) untuk memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina.
Seperti diberitakan sebelumnya, Knesset atau parlemen Israel telah meloloskan pembacaan awal rancangan undang-undang (RUU), yang menetapkan UNRWA sebagai organisasi teroris.
RUU tersebut, yang diperkenalkan oleh MK Yulia Malinovsky, disahkan dengan mayoritas 42-6 pada minggu lalu.
Hal ini bertujuan untuk menghapuskan kekebalan dan hak istimewa yang saat ini dinikmati oleh para pegawai UNRWA.
RUU tersebut, yang secara resmi diberi judul “RUU untuk Menghapuskan Kekebalan dan Hak Istimewa Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA),” muncul sebagai tanggapan terhadap bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara pegawai UNRWA dan Hamas.
Jika disahkan dalam pembacaan akhir, Undang-Undang Anti-Terorisme akan berlaku bagi UNRWA, dan mengakhiri semua hubungan antara Israel dan badan tersebut serta menutup fasilitasnya di wilayah Israel.
Penghapusan hak istimewa bertujuan untuk mencabut kekebalan yang ditetapkan oleh Undang-undang Hak Istimewa dan Kekebalan PBB tahun 1947, yang memberikan pengecualian kepada PBB dan pejabatnya dari tindakan hukum, pajak, larangan impor dan ekspor, serta peraturan lainnya.
Menteri Luar Negeri Israel akan menentukan pembatalan kekebalan diplomatik UNRWA.
Pengesahan RUU tersebut didorong oleh bukti substansial dugaan keterlibatan UNRWA dengan Hamas. Hal ini termasuk penemuan terowongan Hamas di bawah sekolah UNRWA dan kolaborasi antara karyawan UNRWA dan Hamas selama serangan 7 Oktober.
IDF telah melaporkan bahwa pihaknya menemukan sebuah terowongan menuju tempat perlindungan bawah tanah Hamas di bawah markas UNRWA di Gaza, dilengkapi dengan senjata dan disuplai dengan listrik dari fasilitas UNRWA.
Penyelidikan PBB telah menyelidiki tuduhan terhadap 12 pegawai UNRWA yang terlibat dalam pembantaian 7 Oktober, yang mengakibatkan pemutusan 10 kontrak, sementara dua pegawai dipastikan tewas.
"PBB telah menyatakan bahwa Israel tidak memberikan bukti yang cukup untuk keterlibatan lebih lanjut, namun Israel mengklaim kerja sama penuh dalam penyelidikan tersebut," menurut laporan Israel 24 News, Senin, 3 Juni 24.
Sementara itu, Komisaris UNRWA Phillipe Lazzarini mengecam tuduhan-tuduhan ini, dan menyebutnya tidak rasional. Lazzarini juga menegaskan bahwa UNRWA harus dilindungi dari serangan politik. Namun, parlemen Israel telah menetapkan bahwa kontribusi badan tersebut terhadap terorisme dan konten pendidikannya memerlukan pencabutan hak istimewanya.
Juru bicara UNRWA Adnan Abu Hasnah menanggapi pengesahan RUU tersebut dengan memperingatkan bahwa tindakan Israel dapat menyebabkan munculnya elemen-elemen yang lebih ekstrem di Gaza.
"UNRWA sebagai satu-satunya badan moderat di wilayah tersebut, dan mengklaim bahwa sekolah-sekolah di UNRWA mengajarkan demokrasi, hak asasi manusia, dan hidup berdampingan," kata Hasnah.