Daftar Pemimpin Negara yang Menjadi Buronan LCC, Terbaru dan Terlengkap!
- reuters.com
VIVA – Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/LCC) merupakan badan peradilan internasional yang menangani kasus genosida dan kejahatan perang.
LCC memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap individu yang diduga melakukan kejahatan tersebut, termasuk pemimpin negara.
Melansir laman LCC, Rabu, 15 Mei 2024, berikut terdapat dua negara yang secara aktif menjadi buronan LCC.
1. Vladimir Putin
Pada Maret 2023 lalu, International Criminal Court (LCC) mengeluarkan surat perintah terhadap presiden Rusia, yakni Vladimir Putin. Hal ini terjadi atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan di Ukraina termasuk dugaan deportasi anak-anak Ukraina secara paksa.
Namun, hingga saat ini, gugatan mengenai surat penangkapan Vladimir Putin tidak kunjung turun. Terlebih lagi, sang pemimpin Negeri Beruang Merah itu terpilih kembali sebagai Presiden pada tahun ini.
2. Omar Hassan Ahmad Al Bashir
Omar Hassan Ahmad Al Bashir merupakan mantan seorang pimpinan militer dan politikus Sudan. Ia menjadi kepala negara Sudan pada periode 1989 dan menjadi Presiden pada tahun 1993 hingga 2019.
Omar mendapatkan dua kali surat perintah penangkapan dari LCC pada 4 Maret 2009 lalu dan surat perintah penangkapan kedua pada 12 Juli 2010.
Laki-laki kelahiran 1 Januari 1944 itu terlibat atas dakwaan kejahatan terhadap manusia, pembunuhan, pemusnahan, penyiksaan, pemerkosaan hingga pemindahan paksa.
Hingga saat ini, tersangka masih berstatus buronan. LCC juga menetapkan bahwa kasus tersebut sudah dalam tahap Pra-Persidangan karena tersangka tidak menghadiri persidangan tersebut.
Lantas pemimpin negara mana saja yang pernah dijebloskan?
1. Ehud Olmert
Ehud Olmert mantan Perdana Menteri Israel, salah satu dari sedikit mantan pemimpin negara yang dihukum penjara atas tindak pidana korupsi.
Beliau di hukum pada tahun 2014 karena menerima suap saat menjabat sebagai Wali Kota Yerusalem dan Menteri Perdagangan dan Industri.
Hosni Mubarak, mantan Presiden Mesir yang memerintah selama hampir tiga dekade, juga menjadi contoh pemimpin yang mengalami perjalanan dari kekuasaan ke penjara.
Dia digulingkan pada tahun 2011 setelah protes massal, dan pada tahun 2012 dihukum penjara atas dakwaan terkait kematian para demonstran selama protes tersebut.
Meskipun hukumannya kemudian diubah menjadi tahanan rumah, kasus ini menunjukkan pentingnya akuntabilitas dan keadilan dalam menghadapi tindakan pemimpin yang sewenang-wenang.