Komisaris HAM PBB Kecam Perihal Hukum yang Mewajibkan Hijab di Iran
- VIVA.co.id/Natania Longdong
New York – Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat, 26 April 2024 lalu mengecam laporan Iran tentang ketatnya penegakkan undang-undang wajib jilbab bagi perempuan dan anak perempuan, serta RUU baru yang akan memberlakukan hukuman berat bagi pelanggar.
Dilansir dari VOA, Minggu, 28 April 2024, Jeremy Laurence, juru bicara komisaris tinggi, dalam konferensi pers di Jenewa, menyampaikan bahwa kantor mereka menerima laporan luas tentang kekerasan oleh polisi berseragam dan preman terhadap perempuan dan anak perempuan yang melanggar aturan tersebut, termasuk terhadap laki-laki yang mendukung mereka.
Dia juga menyebut adanya laporan penangkapan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak perempuan, terutama mereka yang berusia antara 15 dan 17 tahun.
Laurence menyoroti pengumuman kepala Korps Garda Revolusi Islam Iran pada 21 April mengenai pembentukan badan baru untuk menegakkan undang-undang tersebut dengan lebih tegas di ruang publik.
Dia mengatakan ratusan tempat usaha telah ditutup karena gagal menerapkan aturan wajib hijab.
Selain itu, kamera pengintai digunakan untuk mengidentifikasi pengemudi perempuan yang tidak mematuhi undang-undang. Kelompok advokasi hak asasi manusia Amnesty International juga mencatat praktik ini dalam sebuah laporan bulan lalu.
Dia mengatakan ratusan tempaaLaurence juga mengecam usulan undang-undang yang menyerukan hukuman lebih berat bagi pelanggaran kewajiban berhijab, termasuk hukuman penjara hingga 10 tahun, cambuk dan denda.
“Hukuman fisik merupakan suatu bentuk perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat, dan penahanan apa pun yang dikenakan untuk menjalankan kebebasan mendasar adalah sewenang-wenang menurut hukum internasional,” kata Laurence.
Melalui juru bicaranya, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Volker Türk mengatakan usulan RUU tersebut harus ditunda dan meminta pemerintah Iran untuk menghilangkan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
Türk menyerukan revisi dan pencabutan undang-undang, kebijakan, dan praktik apa pun yang merugikan agar sejalan dengan norma dan standar hak asasi manusia internasional.
Kantor hak asasi manusia juga menyerukan pembebasan rapper berusia 33 tahun, Toomaj Salehi, yang dijatuhi hukuman mati minggu ini karena mendukung protes nasional pada 2022 yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini.
Amini yang berusia 22 tahun meninggal dalam tahanan polisi setelah dia ditangkap karena dugaan pelanggaran aturan wajib hijab usaha telah ditutup karena gagal menerapkan aturan wajib hijab.
Selain itu, kamera pengintai digunakan untuk mengidentifikasi pengemudi perempuan yang tidak mematuhi undang-undang. Kelompok advokasi hak asasi manusia Amnesty International juga mencatat praktik ini dalam sebuah laporan bulan lalu.