Ratusan Demonstran Turun ke Kota-kota di Israel, Tuntut Netanyahu Turun dan Hentikan Perang
- TOI
Tel Aviv – Para demonstran anti-pemerintah semakin gencar berdemo di Tel Aviv dan Yerusalem pada akhir pekan ini, ketika perang di Gaza telah berlangsung hampir enam bulan dan lebih dari 100 orang masih disandera.
Para pengunjuk rasa di Tel Aviv memblokir jalan lingkar kota sambil menuntut pemilu dini serta menyerukan pembebasan sandera oleh Hamas.
Di Yerusalem, ratusan pengunjuk rasa mengepung kediaman pribadi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menyalahkan pemerintah sayap kanan karena gagal menjamin pembebasan sekitar 130 sandera yang diyakini masih berada di Gaza, 33 di antaranya diperkirakan tewas, melansir DW, Minggu, 31 Maret 2024.
Polisi Israel mengatakan bahwa mereka berupaya menjaga ketertiban umum ketika pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan utama.
Bentrokan antar polisi dan demonstran pun tak terelakkan.
Polisi menyebut aksi tersebut ilegal dan menggunakan meriam air untuk membubarkan mereka. Protes yang lebih kecil juga dilaporkan terjadi di kota-kota kecil di seluruh negeri.
Kerabat beberapa sandera juga hadir pada demonstrasi tersebut. Media Israel melaporkan 16 orang ditangkap.
Para pengunjuk rasa anti-pemerintah merencanakan serangkaian demonstrasi yang dimulai pada hari Minggu pekan lalu di Yerusalem.
Beberapa pengunjuk rasa menyerukan pengunduran diri pemerintah sayap kanan, yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang mencakup beberapa elemen paling ekstremis dalam sejarah Israel, sementara yang lain menuntut “mandat luas” bagi tim perunding Israel untuk menjamin pembebasan para sandera dalam perundingan yang sedang berlangsung di Kairo.
Berbagai negara dan organisasi internasional telah memperingatkan bahwa Gaza berada di jurang kelaparan di tengah krisis kemanusiaan yang sudah menimbulkan bencana yang disebabkan oleh pembatasan ketat terhadap jumlah bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza oleh otoritas Israel.
Perang antara kelompok Hamas dan Israel pecah di Gaza pada tanggal 7 Oktober lalu. Sekitar 1.200 orang tewas dalam serangan tersebut dan 250 lainnya disandera.
25 minggu berikutnya telah terjadi kehancuran sebagian besar Gaza akibat serangan udara dan serangan darat Israel yang juga telah menewaskan lebih dari 32.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan.
Jeda singkat dalam pertempuran di bulan November dicapai melalui perjanjian yang dimediasi Qatar untuk membebaskan 110 sandera dengan imbalan 400 tahanan Palestina dari penjara Israel.
Israel sejak itu menolak seruan internasional untuk melakukan gencatan senjata dan membatalkan serangan terencana terhadap kota perbatasan Rafah di Gaza yang telah menjadi rumah bagi lebih dari 1 juta warga Palestina yang melarikan diri dari kekerasan di wilayah lain.