Ragukan Kabar WNI jadi Tentara Bayaran Ukraina, Akademisi Kiev: Harus Kritis Terhadap Informasi

Ilustrasi tentara Ukraina di tengah bangunan yang dihantam rudal Rusia
Sumber :
  • Ist

Bintaro - Heboh 10 warga negara Indonesia (WNI) dikabarkan jadi tentara bayaran Indonesia di Ukraina untuk berperang melawan Rusia. Kabar itu pun diragukan Maria Tomak selaku Kepala Departemen Crimea Platform di Misi Presiden Ukraina di Republik Otonom Crimea.

Pentingnya Akses Informasi tentang Inovasi Produk Bebas Asap bagi Perokok Dewasa

 

Maria menyoroti klaim soal tentara bayaran Indonesia di Ukraina adalah hoaks atau berita bohong. Dia minta rakyat RI agar tak terpancing oleh informasi yang kurang kredibel.

Dubes Rusia Ungkap Alasan Negaranya Beri Suaka kepada Mantan Presiden Suriah Assad

“Saya mengajak masyarakat Indonesia untuk tidak terpancing oleh informasi yang tidak terverifikasi dan untuk mencari sumber berita yang kredibel,” kata Maria dalam seminar Communication in the Future (CORE), di Universitas Pembangunan Jaya, dalam keterangannya dikutip pada Senin, 25 Maret 2024.

Maria mengatakan zaman media sosial saat ini sangat beragam. Ia bilang bukan hanya dalam pengaruh tapi juga tanggung jawab.

Saling Serang, Rusia Gunakan Rudal dari Korea Utara untuk Hancurkan Ukraina

“Tanggung jawab ini bukan hanya milik para pemimpin negara, tetapi juga warganya,” ujar Maria yang juga eks jurnalis itu.

Akademisi Ukraina dalam seminar CORE di Universitas Pembangunan Jaya.

Photo :
  • istimewa

Maria menambahkan, potensi pengaruh individu sangat besar. Ia menyebut tanggung jawab tersebut tak boleh hanya diberikan kepada para pemimpin tapi juga setiap warga negara.

“Satu hal lain yang perlu diluruskan Ukraina bukan bagian dari Bangsa Rusia. Ukraina adalah bangsa politik yang berbeda secara keseluruhan,” jelas Maria.

Pun, dia mengibaratkan situasi tersebut seperti saat orang Belanda berkomentar tentang bangsa RI. Artinya, kata dia, RI adalah tetap RI tak mesti selalu dikaitkan dengan Belanda.

“Kami warga Ukrania menolak keras pandangan bahwa Krimea adalah bagian dari Rusia dan bersikeras untuk mempertahankan identitas mereka," ujar Maria.

Sementara, pembicara lainnya, Kepala Departemen Hubungan Internasional dan Direktur Sekolah Analisis Kebijakan, Universitas Nasional Kiev, Mohyla Maksym Yakovlyev menuturkan hoaks seperti WNI jadi tentara bayaran bagian dari upaya Rusia. Ia menyinggung hal itu sebagai memanipulasi opini publik internasional.

Maksym menyampaikan agar tak hanya percaya posisi resmi pemerintah. Namun, menurut dia, mesti juga cari bukti dan informasi yang jelas sebelum menyebarkan atau percaya pada informasi yang tak terverifikasi.

Baik Maksym dan Maria juga menyoroti pentingnya untuk mengandalkan sumber berita yang kredibel dan independen, serta untuk tidak terpancing oleh narasi yang bertentangan dengan fakta yang jelas.

“Masyarakat Indonesia harus lebih waspada dan kritis terhadap informasi yang mereka terima, terutama di era media sosial dimana hoaks dapat dengan mudah menyebar luas," ujar Maksym.

Maksym pun berharap rakyat RI bisa lebih bijaksana dalam menyikapi isu-isu internasional termasuk konflik di Ukraina. Kata dia, narasi tak benar banyak muncul di media sosial.

Maksym mengatakan pentingnya generasi muda untuk berperan aktif dalam mengatasi informasi yang menyesatkan.

“Meskipun mungkin sulit menangkal hoaks di Indonesia, tetapi penting bagi generasi muda untuk tetap kuat dan tidak menyerah dalam menghadapi tantangan," jelas Maksym.

Maksym juga menambahkan setiap pelanggaran terhadap kedaulatan negara mesti dihukum sesuai mekanisme hukum internasional. Dia juga menyerukan agar negara-negara seperti Indonesia bisa terus berperan aktif dalam dewan keamanan internasional untuk memastikan keterwakilan yang adil.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya