Rusia Tuduh AS dan Sekutu Baratnya Retas Sistem Pemilu Rusia
- France 24
Rusia – Saat ini Rusia tengah mengadakan pemilihan presiden (pilpres) 2024.
Namun, dikabarkan bahwa sistem mereka menjadi sasaran serangan siber “besar-besaran”, oleh musuh-musuhnya dari As dan negara Barat lainnya, menurut otoritas setempat.
Seperti diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin mencalonkan diri melawan tiga kandidat lainnya dalam pemilu yang dijadwalkan berlangsung pada Jumat 15 hingga Minggu 17 Maret 2024.
Ini akan menjadi pemilu presiden selama tiga hari yang pertama di Rusia dan pertama kalinya warga dari wilayah tertentu, termasuk Moskow, dapat memberikan suara mereka secara online atau daring.
Pusat Koordinasi Insiden Komputer Nasional (CERT) Rusia juga telah mengeluarkan peringatan kepada pemilih online tentang meningkatnya ancaman dunia maya, termasuk ancaman yang mungkin berasal dari Ukraina dan negara-negara sekutunya.
Menurut pernyataan CERT, penjahat dunia maya akan mencoba mendiskreditkan pemilu, mengobarkan ketegangan sosial, menyebarkan berita palsu, dan menginfeksi pemilih online dengan malware.
Badan tersebut telah menyarankan penggunanya untuk berhati-hati terhadap situs phishing yang menyamar sebagai layanan pemungutan suara elektronik, melansir The Record, Senin, 18 Maret 2024.
Mereka juga memperingatkan terhadap email dan pesan yang berisi tautan berbahaya, yang disamarkan sebagai korespondensi resmi dari lembaga negara Rusia.
Pekan ini, badan intelijen luar negeri Rusia secara khusus menuduh AS berupaya ikut campur dalam pemilu Rusia dan melancarkan serangan siber terhadap sistem pemungutan suara daringnya. Tentu saja Gedung Putih membantah pernyataan ini.
"Tuduhan ini salah dan tidak lebih dari propaganda,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih. “AS tidak dan tidak akan ikut campur dalam pemilu Rusia. Rusialah yang memiliki sejarah panjang dalam menargetkan pemilu AS dan pemilu demokratis lainnya.”
Pekan lalu, Kremlin mengatakan bahwa Rusia tidak akan ikut campur dalam pemilihan presiden AS pada bulan November mendatang, dan menolak temuan bahwa Moskow berada di balik kampanye untuk ikut campur dalam pemilihan presiden AS tahun 2016 dan 2020.
Pada waktu yang sama, seorang pejabat negara Rusia dari Kementerian Luar Negeri mengumumkan bahwa peretas dari “negara-negara Barat” merencanakan dan mengatur serangan siber terhadap infrastruktur pemilu Rusia.
"Sangat baik bahwa sistem pemilu kita ternyata tahan terhadap pengaruh dunia maya eksternal, tetapi ini juga merupakan indikator betapa besarnya tekanan musuh terhadap negara Rusia,” kata Duta Besar Kementerian Luar Negeri Rusia, Gennady Askaldovich.
Ketua komisi pemilu Rusia, Ella Pamfilova, juga menyatakan pekan lalu bahwa "musuh" Rusia berusaha ikut campur dalam pemilihan presiden di negara tersebut "dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya."
"Sistem pemilu Rusia saat ini mengalami upaya campur tangan yang belum pernah terjadi sebelumnya; serangan hacker sedang berlangsung; tujuan dari semua ini adalah untuk mengganggu pemilu presiden,” tambahnya.
Pamfilova mengatakan bahwa akibat serangan siber terhadap layanan dan situs web komisi pemilu, pemungutan suara elektronik hanya diperbolehkan di wilayah yang “keamanannya terjamin.”