Negaranya Tengah Kacau Dikuasai Gangster, PM Haiti Malah 'Kabur' ke Negara Lain
- Forbes
Haiti – Perdana Menteri Haiti Ariel Henry dikabarkan telah kembali 'kabur' ke Puerto Rico, AS, setelah keberadaannya tidak diketahui selama berhari-hari, meski kini negaranya tengah kacau dan gangster-gangster menguasai kota.
Para gangster melakukan kekerasan dan menuntut pengunduran diri Ariel Henry.
Sejak Ariel Henry meninggalkan Haiti pada tanggal 25 Februari lalu untuk menghadiri pertemuan puncak regional di Guyana, para kelompok kartel dan geng-geng telah mengamuk di ibu kota Port-au-Prince, menghancurkan dua penjara besar di kota tersebut dan membebaskan ribuan narapidana, serta melancarkan serangan ke bandara utama negara tersebut, melansir Financial Times, Sabtu, 9 Maret 2024.
Awalnya, Henry telah meminta izin kepada pemerintah Dominika agar pesawatnya singgah tanpa batas waktu di wilayah Dominika, yang berbatasan dengan Haiti. “Dalam dua kesempatan, pemerintah Dominika menyampaikan ketidakmungkinan singgah ini,” bunyi pernyataan itu. Namun mengagetkan, Henry malah terbang ke Puerto Rico.
Hingga kini, ia sama sekali belum kembali ke Haiti.
Jimmy Cherizier, pemimpin geng terbesar dan terkenal, yang dikenal dengan nama samarannya “Barbekyu”, mengatakan dia berencana untuk menggulingkan perdana menteri Ariel Henry.
Cherizier mengatakan dalam sebuah video di media sosial pekan lalu menjelang serangan bahwa dia dan para pemimpin geng lainnya mengerahkan kekuatan mereka melawan Henry.
“Semua kelompok bersenjata akan bertindak agar Henry mundur,” katanya. “Kami mengaku bertanggung jawab atas semua yang terjadi di jalanan saat ini.”
Bank, sekolah dan rumah sakit telah ditutup di negara kawasan Karibia yang miskin tersebut.
Pada awal pekan ini, pihak berwenang Haiti mengumumkan keadaan darurat 72 jam dan jam malam dengan harapan dapat memadamkan gelombang kekerasan baru-baru ini, yang menurut para pejabat PBB telah menyebabkan 15.000 orang mengungsi.
Henry tiba di Puerto Rico pada hari Selasa, lapor beberapa kantor berita, mengutip pejabat di wilayah AS. AS, pendukung penting kepemimpinan Haiti, mengatakan pihaknya memantau situasi dengan “keprihatinan yang besar”, dan menambahkan bahwa penting bagi Henry untuk “diizinkan” kembali ke Haiti.
Henry terakhir kali terlihat di depan umum pada hari Jumat pekan lalu di Nairobi, di mana ia menandatangani perjanjian dengan Presiden Kenya, William Ruto, yang dimaksudkan untuk membuka jalan bagi misi multinasional yang disahkan oleh PBB untuk mendukung polisi Haiti dalam perjuangan mereka melawan geng-geng tersebut.
Nairobi telah berkomitmen untuk memimpin operasi tersebut dengan mengirimkan 1.000 petugas polisi ke Haiti, namun belum mengungkapkan batas waktu penempatan mereka atau mempublikasikan rincian kesepakatan tersebut. Washington dan Ottawa telah menjanjikan pendanaan sebesar $260 juta di antara mereka.
Benin, negara di Afrika barat, telah menawarkan 2.000 tentara. Negara-negara lain di Afrika, Karibia, dan Amerika Tengah, termasuk Senegal, Chad, Jamaika, Bahama, dan Belize juga menyatakan akan mengirimkan tenaga kerja.
Henry mengambil alih kekuasaan setelah pembunuhan presiden Jovenel Moïse pada Juli 2021, setelah memperoleh dukungan penting dari AS dan Kanada.
Sejak itu, mandat seluruh pejabat terpilih telah berakhir tanpa adanya pemilu, sementara ibu kota telah dikuasai oleh geng-geng yang menguasai sekitar 80 persen kota, menurut PBB. Tahun lalu, 5.000 orang tewas dan 200.000 orang terpaksa mengungsi di seluruh negeri karena merasa tak aman.
Lemahnya cengkeraman Henry pada kekuasaan juga dipandang sebagai hambatan bagi beberapa pemimpin regional untuk memajukan pengerahan pasukan intervensi.
Pada KTT Komunitas Karibia minggu lalu, Henry mengumumkan bahwa pemilu akan diadakan sebelum September 2025.