Michelle Obama Digadang-gadang Jadi Capres AS Terkuat dari Partai Demokrat
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Washington – Michelle Obama, mantan Ibu Negara Amerika Serikat (AS), adalah pilihan utama untuk menggantikan Presiden Joe Biden sebagai kandidat dari Partai Demokrat untuk pemilihan presiden, menurut sebuah jajak pendapat.
Hampir setengah dari kubu Demokrat, yang memberikan suara dalam jajak pendapat Rasmussen Reports, menyatakan pilihan mereka terhadap Michelle Obama untuk bertarung dalam pemilihan Presiden AS.
Sekitar 48 persen pemilih Partai Demokrat yang disurvei mengatakan mereka menyetujui partai tersebut mencari kandidat lain untuk menggantikan Joe Biden sebelum pemilu pada bulan November. Sementara itu, 38 persen lainnya tidak setuju.
Hanya 33 persen anggota Partai Demokrat yang yakin akan terjadi perombakan pemungutan suara.
"Michelle Obama memperoleh sekitar 20 persen suara di antara opsi-opsi lain untuk menggantikan Joe Biden yang berusia 81 tahun," menurut survei tersebut, dikutip dari NDTV, Rabu, 28 Februari 2024.
Kandidat lainnya adalah Wakil Presiden Kamala Harris, mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, Gubernur Kalifornia Gavin Newsom, dan Gubernur Michigan Gretchen Whitmer.
Kamala Harris memperoleh sekitar 15 persen suara, sementara 12 persen mendukung pertarungan ulang antara Hillary Clinton dan Donald Trump.
Michelle Obama telah berulang kali dipanggil untuk mempertimbangkan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden.
Michelle Obama bulan lalu juga mengungkapkan ketakutannya yang mendalam terhadap pemilu mendatang.
"Hal ini menghantui saya. Fakta bahwa masyarakat berpikir bahwa apakah pemerintah benar-benar melakukan sesuatu? dan saya berpikir, 'Ya Tuhan, apakah pemerintah melakukan segalanya untuk kita, dan kita tidak bisa menganggap remeh demokrasi ini," katanya.
Susunan pemain dalam pemilu AS tahun 2024 telah lama menjadi kepastian, dengan pertarungan ulang antara Joe Biden dan Donald Trump tampaknya sudah pasti.
Biden menegaskan bahwa ia adalah kandidat terbaik yang memenuhi syarat, meskipun jajak pendapat menunjukkan bahwa usianya tidak disukai para pemilih.
Trump, sementara itu, bersikeras bahwa dia akan mencalonkan diri meskipun ada kemungkinan hukuman pidana sebelum pemilu, yang secara teoritis bisa membuatnya menghadapi hukuman penjara selama beberapa dekade.