Assam Cabut UU Pernikahan dan Perceraian Muslim: Upaya Polarisasi Politik Jelang Pemilu?
- aljazeera
VIVA – Negara bagian Assam di India, yang memiliki populasi Muslim yang besar, telah mencabut undang-undang yang berlaku di Inggris mengenai pernikahan dan perceraian Muslim.
Hal ini memicu kemarahan, di kalangan komunitas minoritas yang para pemimpinnya mengatakan bahwa rencana tersebut merupakan upaya untuk mempolarisasi pemilih berdasarkan agama menjelang pemilu nasional.
Ketua Menteri Assam Himanta Biswa Sarma menulis di X (Twitter) pada hari Sabtu bahwa negara bagian telah mencabut Undang-Undang Pendaftaran Perkawinan dan Perceraian Muslim Assam yang diberlakukan hampir sembilan dekade lalu.
Undang-undang tersebut, di sahkan pada tahun 1935, mengatur proses hukum sejalan dengan hukum pribadi umat islam.
Setelah amandemen tahun 2010, UU tersebut mewajibkan pencatatan pernikahan dan perceraian muslim di Negara bagian tersebut, padahal sebelumnya pencatatan bersifat sukarela.
Pihak berwenang yang dipimpin oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi, mengatakan UU tersebut ketinggalan zaman dan menuduh UU tersebut memperblehkan pernikahan anak.
Assam yang memiliki persentase Muslim tertinggi di antara negara bagian India yaitu 34 persen yang menerapkan hukum perdata yang selaras dengan pernikahan, perceraian, adopsi dan warisan, seperti yang dilakukan negara bagian Uttarakhand.
Secara nasional, Umat Hindu, Muslim, Kristen dan kelompok lain mengikuti hukum dan adat istiadat mereka atau aturan sekuler. BJP telah menjanjikan kitab UU hukum perdata yang selaras.
Keputusan Assam mengenai UU perkawinan dan perceraian Muslim mendorong para pemimpin oposisi muslim menduga BPJ mencoba menggunakan UU era colonial sebagai taktik pemilu.
“Mereka ingin mempolarisasi pemilih mereka dengan memprovokasi umat Islam, hal ini tidak akan dibiarkan oleh umat Islam,” ucap Badruddin Ajmal, seoang legislator dari Assam yang memimpin Front Demokratik, di kutip Aljazeera, Selasa, 27 Februari 2024.
Mandak menolak pernyataan bahwa UU tersebut memperbolehkan pernikahan anak, dan menambahkan bahwa UU tersbut satu-satunya mekanisme untuk mendaftar pernikahan umat Islam di negara bagian tersebut.
“Tidak ada ruang lingkup atau institusi lain dan ini juga sesuai dengan konstitusi India, ini adalah hukum pribadi umat Islam yang tidak dapat di cabut,” di kutip Aljazeera, Selasa, 27 Februari 2024.