Program Susu Gratis Prabowo-Gibran, Banyak Negara Antri Tawarkan Produk Susu ke RI
- Istimewa
Jakarta – Topik susu gratis, akan terus menjadi perbincangan hangat seiring dengan rencana capres dan cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang ingin melaksanakan program makan siang dan susu gratis untuk anak Indonesia. Berbagai negara diketahui sudah mulai ancang-ancang untuk ikut berkompetisi dalam penyediaan produk susu yang dibutuhkan.
Selain negara-negara yang telah lama menjadi penyedia bahan baku dan produk susu di Indonesia seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Australia, dan New Zealand, kini China juga akan ikut menawarkan produk susu ke pasar Indonesia.
Dengan potensi semakin banyaknya pemain di industri susu, sangat penting untuk memastikan keamanan produk tersebut dengan melihat jejak sejarah keamanan pangan di negara asal, di mana produk tersebut diproduksi.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho mengatakan bahwa dia meragukan kemampuan produksi susu dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yang membuat impor produk susu akan semakin besar.
"Saya takutnya impor susu akan semakin besar,” ujar Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef dalam keterangannya, pada Senin, 26 Februari 2024.
Kekhawatiran terhadap impor susu bukan tanpa sebab. Pada 2008 yang lalu, Indonesia pernah melarang impor susu yang berasal dari China karena adanya skandal tercemarnya susu bubuk yang membahayakan kesehatan.
Duta Besar RI untuk China saat itu , Sudrajat mengatakan hal itu dilakukan demi melindungi konsumen dari hal yang tidak diinginkan.
“Adanya larangan impor itu adalah kejadian wajar dan merupakan reaksi pasar dengan adanya keracunan yang dialami ribuan bayi dan bahkan ada yang meninggal,” kata Sudrajat saat itu.
Sebagai produk pangan yang telah dikonsumsi secara global selama berabad-abad, susu memiliki sejarah panjang dalam hal keamanan pangan. Namun, tragedi susu bermelamin di China pada tahun 2008, menjadi peristiwa yang tidak terlupakan.
Skandal ini menyebabkan 300.000 orang terkena dampaknya, dengan ribuan di antaranya harus dirawat di rumah sakit dan enam bayi meninggal karena batu ginjal.
Pada saat itu, Sanlu, salah satu dari 22 perusahaan yang terlibat dalam skandal tersebut, akhirnya mengidentifikasi bahwa melamin, sebuah zat kimia berbahaya, telah ditambahkan ke susu untuk meningkatkan kadar protein. Hal ini menyebabkan produk tersebut lolos uji kadar protein dan tes nutrisi.
Tingkat melamin yang ditemukan dalam susu tersebut juga jauh melampaui batas yang diperbolehkan, dan menimbulkan kekhawatiran akan keamanan produk susu.
Meskipun tragedi tersebut telah berlalu lebih dari satu dekade yang lalu, dampaknya masih terasa hingga sekarang. Publik kehilangan kepercayaan pada produk susu lokal, seperti yang terungkap dalam survei yang dilakukan oleh firma konsultan McKinsey & Co. Lebih dari 10 ribu responden dalam survei tersebut lebih memilih susu impor, terutama dari Hong Kong, sebagai pilihan mereka.
Rencana Prabowo-Gibran untuk menyediakan makan siang dan susu gratis bagi anak-anak Indonesia tentu memunculkan kompetisi baru dalam industri susu.
Sejarah tragis susu bermelamin di China tahun 2008 mengingatkan akan pentingnya keamanan produk susu. Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan keamanan pangan, tantangan bagi produsen susu, baik lokal maupun impor, adalah memastikan produk mereka memenuhi standar keamanan yang ketat untuk memperoleh kembali kepercayaan publik.