Putin Undang 14 Angkatan Bersenjata Palestina ke Rusia, Termasuk Hamas
- VIVA.co.id/Natania Longdong
VIVA Dunia – Pemerintah Rusia dikabarkan telah mengundang semua faksi, baik politik maupun bersenjata Palestina, termasuk Hamas, untuk bertemu di Moskow pada 26 Februari 2024 mendatang, kata Perdana Menteri Otoritas Palestina (PA) Mohammad Shtayyeh.
Shtayyeh mengatakan Otoritas Palestina, yang didominasi oleh faksi politik Fatah, masih mengupayakan persatuan dengan Hamas, namun, ada beberapa prasyarat, termasuk “pemahaman tentang isu-isu yang berkaitan dengan perlawanan.”
"Kami akan melihat apakah Hamas siap untuk melakukan tindakan bersama kami, kami siap untuk terlibat. Jika Hamas tidak siap untuk melakukan tindakan bersama kami, itu lain cerita. Namun kami membutuhkan persatuan Palestina," kata perdana Menteri Otoritas tersebut, melansir Arab News, Senin, 20 Februari 2024.
Seperti diketahui, Hamas dan Fatah dalam perjalanannya tidak berjalan beriringan. Hamas merupakan partai politik berhaluan ideologi Islam sementara Fatah memiliki haluan ideologi nasionalis sekuler.
Ketika didesak mengenai serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober, Shtayyeh mengatakan "kami tidak mungkin menerima pembunuhan terhadap orang yang tidak bersalah."
Namun para pejabat Prancis mengatakan mereka tidak ingin Hamas dalam bentuknya yang sekarang diberi peran dalam memerintah Palestina setelah serangan 7 Oktober. Namun, para pejabat tersebut mengakui bahwa ideologi Hamas tidak dapat dihilangkan.
Inggris juga ingin melihat militer Hamas dibubarkan sehingga tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel, dan agar kepemimpinan Hamas diasingkan, dan lebih memilih kepemimpinan teknokratis dalam otoritas pemerintahan yang demiliterisasi untuk mengambil alih kekuasaan sambil menunggu pemilu.
Hamas, jika menghadiri perundingan Moskow, ingin pembahasannya fokus pada kebangkitan komite faksi-faksi Palestina sebagai langkah membangun kembali Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan pembentukan pemerintahan teknokratis, hingga kondisi memungkinkan untuk menggelar pemilu.
Mereka juga ingin melihat presiden Otoritas Palestina saat ini, Mahmoud Abbas, untuk mundur dari jabatannya.
Seperti diketahui, Hamas telah memerintah Gaza sejak tahun 2007, ketika mereka mengusir PA setelah kemenangannya dalam pemilu tahun sebelumnya, dan tidak seperti PA, Hamas tidak percaya pada solusi dua negara karena hal ini artinya memberi pengakuan untuk Israel. Otoritas Palestina di Tepi Barat memang mengakui Israel, namun secara luas dipandang masih membutuhkan reformasi dan akuntabilitas demokratis.