Ngeri, Resesi Seks Jadi Biang Kerok Amblasnya Ekonomi Negara Besar Ini
- jlgc.com
Jakarta – Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Menurut laporan Dow Jones, mata uang ini telah mengalami penurunan sebesar 30% terhadap dolar AS sejak awal tahun 2022, karena Bank of Japan menolak untuk menaikkan suku bunga mengikuti langkah Federal Reserve AS.
Dilansir dari Business Insider, Senin, 19 Februari 2024, menyebutkan bahwa merosotnya nilai tukar yen dan menyusutnya populasi menjadi penyebab utama resesi ekonomi di Jepang.
Jepang secara resmi kehilangan gelarnya sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia terdampak ekonominya yang menyusut 0,4% selama tiga bulan terakhir di 2023. Akibatnya, hal ini kurang menarik bagi investor asing yang mencari imbal hasil yang lebih tinggi.
Perekonomian Jepang terutama terpengaruh karena ketergantungan pada ekspor mobil dan barang lainnya, dengan pelemahan mata uang yen berarti perusahaan-perusahaan menghasilkan pendapatan yang lebih rendah saat menjual produk ke luar negeri.
Kontraksi ini, yang terjadi setelah kemerosotan 3,3% pada Kuartal III 2023 menjauh dari prediksi para ekonom yang memproyeksikan meningkat 1,4%. Anjloknya nilai tukar yen merupakan salah satu masalah yang mengganggu Jepang dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut laporan Dow Jones, mata uang ini telah jatuh 30% terhadap dolar AS sejak awal tahun 2022. Hal ini disebabkan oleh penolakan Bank of Japan untuk mengikuti langkah Federal Reserve dan menaikkan suku bunga, sehingga kurang menarik bagi investor asing yang mencari imbal hasil yang lebih menarik.
Selain itu, Jepang juga menghadapi tantangan dari perubahan demografis, seperti tetangga mereka, China. Krisis demografis, termasuk angka kelahiran yang rendah dan populasi yang menua, berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi Jepang.
Dengan rata-rata hanya 1,3 anak per wanita, jauh di bawah angka yang diperlukan untuk menjaga kestabilan populasi, Jepang menghadapi risiko kekurangan tenaga kerja yang kronis dalam beberapa dekade ke depan.
Tak hanya Jepang, Inggris juga mengalami resesi. Krisis biaya hidup dan belanja yang lemah menjadi penyebab utama. Data resmi menunjukkan ekonominya menyusut 0,3% antara bulan Oktober dan Desember kontraksi secara kuartalan kedua berturut-turut.
Hal ini secara resmi membuat Inggris masuk ke jurang resesi. Pada tahun 2023, Inggris mencatat pertumbuhan suram hanya 0,1%, yang merupakan kinerja terburuk dalam 12 bulan sejak tahun setelah krisis keuangan pada tahun 2008.
Sejak pandemi, Inggris telah berjuang melawan krisis biaya hidup yang bahkan lebih buruk daripada negara maju lainnya. Inflasi melonjak setinggi 11% pada Oktober 2022 dan masih berjalan pada 4%, dua kali lipat dari target 2% Bank of England.