53 Orang Tewas Mengenaskan di Papua Nugini, Ini Penyebab Utamanya
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Port Moresby – 53 orang tewas dalam kekerasan suku di dataran tinggi Papua Nugini. Ini merupakan bentrokan terbaru dalam serangkaian kematian massal terkait dengan perselisihan berkepanjangan di wilayah tersebut, menurut kepolisian setempat.
Komisaris Polisi David Manning mengatakan pada Minggu, 18 Februari 2024, bahwa petugas dan tentara telah mengevakuasi 53 mayat pria.
Melansir dari NDTV, Senin, 19 Februari 2024, mereka diyakini dibunuh di dekat kota Wabag, 600 kilometer barat laut ibu kota Port Moresby.
Penyebab pasti kematian tersebut belum jelas, namun polisi mengatakan ada laporan adanya tembakan hebat di daerah tersebut.
Peristiwa itu diduga ada kaitannya dengan konflik antara suku Sikin dan Kaekin.
Polisi juga telah menerima video dan foto grafis yang mengaku berasal dari tempat kejadian.
Mereka menunjukkan tubuh-tubuh yang ditelanjangi dan berlumuran darah tergeletak di pinggir jalan dan ditumpuk di belakang truk bak terbuka.
Sebagai informasi, klan-klan dataran tinggi saling berperang di Papua Nugini selama berabad-abad, namun masuknya senjata otomatis telah membuat bentrokan menjadi lebih mematikan dan meningkatkan siklus kekerasan.
Pemerintah Papua Nugini telah mencoba bebragai upaya untuk melerai konflik dengan mediasi, amnesti dan sejumlah strategi lain untuk mengendalikan kekerasan, namun tidak membuahkan hasil.
Militer juga telah mengerahkan sekitar 100 tentara ke wilayah tersebut, namun dampaknya terbatas dan pasukan keamanan masih kalah jumlah dan persenjataan.
Pembunuhan sering terjadi di komunitas terpencil, dengan anggota klan melancarkan serangan atau penyergapan sebagai balas dendam atas serangan sebelumnya.
Warga sipil, termasuk wanita hamil dan anak-anak, telah menjadi sasaran kekerasan.
Pembunuhan seringkali sangat kejam, korbannya dibacok dengan parang, dibakar, dimutilasi atau disiksa.
Polisi secara pribadi mengeluh bahwa mereka tidak mempunyai sumber daya untuk melakukan pekerjaan tersebut, karena petugas dibayar sangat rendah sehingga sebagian senjata yang sampai ke tangan anggota suku berasal dari kepolisian.
Penentang pemerintahan Perdana Menteri James Marape pada hari Senin menyerukan agar lebih banyak polisi dikerahkan dan komisaris pasukan tersebut mengundurkan diri.
Populasi Papua Nugini kini meningkat dua kali lipat sejak tahun 1980, sehingga menambah tekanan terhadap lahan dan sumber daya serta memperdalam persaingan antar suku.