Edan! Pemerintah Israel Serukan Tembaki Perempuan dan Anak-anak
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Tel Aviv – Seorang menteri Zionis memanggil tentara Israel untuk menembak anak-anak dan perempuan di Jalur Gaza, Palestina. Itamar Ben-Gvir, yang menjabat sebagai Menteri Keamanan Nasional Israel, mengeluarkan seruan tersebut dengan alasan untuk melindungi pasukan Zionis.
Dilansir dari Middle East, Jumat, 16 Februari 2024, menurut laporan media Israel seruan Ben-Gvir ini muncul sebagai respons terhadap pernyataan Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel, Letnan Jenderal Herzi Halevi, yang mengatakan bahwa "perintah penembakan di daerah perbatasan diubah sesuai instruksi petugas lapangan setiap hari."
Ben-Gvir menanggapi, "Anda tahu cara musuh kami beroperasi. Mereka akan menguji kita dengan mengirimkan perempuan dan anak-anak, yang pada akhirnya akan terbukti sebagai penyabot. Jika kita tidak bertindak, kita akan menghadapi kejadian seperti 7 Oktober lagi."
Jenderal Halevi mencatat, "Para prajurit mengerti kompleksitas situasi, dan jika tidak ada koordinasi perintah, kita akan melihat situasi buruk di mana tentara menyerang tentara lain."
Namun, Ben-Gvir menegaskan, "Tidak mungkin ada situasi di mana anak-anak dan perempuan mendekati kami dari tembok. Siapa pun yang berusaha mengganggu keamanan harus siap menerima tindakan tegas, jika tidak kita akan menghadapi kejadian seperti 7 Oktober lagi."
Menteri Zionis ini telah terlibat dalam sejumlah tindakan ekstrem, termasuk dihukum pada tahun 2007 karena hasutan rasis terhadap orang Arab, mendukung terorisme, dan melancarkan aktivisme anti-LGBTQ.
Meskipun ia mengklaim tidak lagi mempromosikan pengusiran semua warga Palestina, ia tetap memandang sebagian dari mereka sebagai "pengkhianat" atau "teroris".
Sebagai seorang pemukim ilegal di Tepi Barat—wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel sejak 1967—, Ben-Gvir menentang gagasan negara Palestina dan mendukung ibadah umat Yahudi di kompleks Masjid Al-Aqsa, yang oleh orang Yahudi disebut sebagai Temple Mount.
Ini bertentangan dengan status quo situs tersebut dan memicu protes dari komunitas Yahudi Ortodoks.