2 Wanita Berhijab Dilarang Masuk Dalam Kampanye Joe Biden dan Kamala Harris
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Washington – Dua perempuan berhijab ditolak hadir dalam acara kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden, Joe Biden-Kamala Harris, di Nevada, pada minggu ini.
Hal ini menyebabkan kemarahan yang meluas serta pertanyaan mengenai bagaimana Partai Demokrat dapat menavigasi siklus pemilu 2024, di tengah meningkatnya ketidaksetujuan publik terhadap dukungan pemerintah AS pada perang Israel di Gaza.
Insiden tersebut, yang direkam dengan video dan dengan cepat menjadi viral, terjadi di pintu masuk acara, "keluarkan suara" yang menampilkan Wakil Presiden Kamala Harris.
Seorang pria di depan pintu memberi tahu para wanita tersebut bahwa mereka tidak diizinkan masuk, meskipun mendapatkan undangan. Mereka kemudian bertanya kepada petugas tersebut, apakah itu karena mereka Muslim dan berhijab.
“Mengapa kamu tidak mengizinkan kami untuk masuk ketika kami mendapat undangan?," salah satu wanita bertanya.
"Kamu secara khusus (hanya) memilih kami?," wanita lainnya menambahkan.
"Itu rasis. Apa karena kita berhijab?," wanita pertama bertanya.
Melansir dari The New Arab, Jumat, 2 Februari 2024, para wanita kemudian menuduh penjaga itu melakukan rasisme dan Islamofobia. Dia kemudian berkata bahwa dia menyesal telah datang ke acara tersebut.
Hal ini diikuti dengan keheningan yang canggung ketika para wanita, yang berafiliasi dengan kelompok Nevadans untuk Pembebasan Palestina, mengatakan kepada hadirin di pintu masuk bahwa kampanye tersebut tidak mengizinkan mereka masuk karena jilbab yang mereka kenakan.
Pemerintahan Biden menanggapi hal ini, meskipun hal tersebut hanya menimbulkan lebih banyak pertanyaan dari para kritikus.
“Orang-orang ini termasuk di antara kelompok orang yang tidak diizinkan menghadiri acara pada hari Sabtu itu, setelah sebelumnya mengganggu dan menutup acara dengan pejabat terpilih dari Partai Demokrat,” tulis anggota tim tanggap cepat pemerintahan Biden, Ammar Moussa, di akun X, tiga hari setelah acara.
“Jika memang demikian, mengapa mereka tidak diberitahu pada saat itu?," timpal Robert McCaw, direktur urusan pemerintahan untuk Dewan Hubungan Amerika-Islam.
Meskipun penjelasan pemerintah mengenai penolakan kedua wanita ini dari acara tersebut mungkin benar, hal ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai taktik mereka dalam kampanye di tengah perang Israel di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 27.000 warga Palestina.
Daripada mendengarkan para pendukung gencatan senjata dan mempertimbangkan posisi mereka, yang menurut jajak pendapat mencerminkan pandangan sebagian besar warga Amerika, akankah pemerintah terus mencegah mereka (umat Muslim) untuk didengarkan dalam acara kampanye?
Menanggapi video viral tersebut, banyak pihak yang menyatakan bahwa bukan hanya perempuan Muslim yang mengganggu acara kampanye pemerintah. Artinya, larangan informal terhadap perempuan berhijab tidak akan menghentikan protes, mengingat semakin beragamnya gerakan gencatan senjata.
“Saya yakin itu karena mereka berpikir perempuan Muslim mempunyai risiko lebih besar untuk mengganggu acara tersebut dengan berteriak tentang Palestina/untuk gencatan senjata atau sejenisnya. Hal ini menunjukkan mengapa sangat penting bagi etnis lain, terutama orang kulit putih, untuk angkat bicara di acara tersebut,” tulis pengguna X.
Dalam tanggapan lain terhadap video tersebut, pengguna X Prof Zenkus menulis, "Sepertinya Partai Demokrat baru saja menerapkan larangan bagi Muslim di acara kampanye mereka. Sungguh menyenangkan."
Berita tentang penolakan perempuan Muslim untuk menghadiri acara tersebut menyusul gangguan yang berulang kali dilakukan oleh para pendukung gencatan senjata di acara kampanye.