PBB Diharapkan Mampu Atasi Kasus Dugaan Pelanggaran HAM Anak-anak di Tibet

Siswa sekolah asrama khusus asal Tibet menjalani pendidikan jasmani di Tiongkok.
Sumber :
  • AP Photo | Andy Wong

Jakarta - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat ini tengah menyelesaikan Tinjauan Berkala Universal (Universal Periodic Review), yakni sebuah proses yang berlangsung sekitar empat tahunan di mana situasi hak asasi manusia di negara-negara anggota, berada dalam pengawasan yang cermat. 

Ini bisa menjadi saat yang sangat menyusahkan bagi Tiongkok mengingat perselisihannya dengan negara-negara Barat, yang bisa membuat lebih banyak negara memperhatikan praktik hak asasi manusia di Beijing.

Siswa sekolah asrama khusus asal Tibet menjalani pendidikan jasmani.

Photo :
  • AP Photo | Andy Wong

Beberapa di antaranya berkaitan dengan kebijakan pendidikan Tiongkok di Tibet yang digambarkan oleh Dr Gyal Lo, sosiolog Tibet yang tinggal di Kanada sebagai kebijakan “kolonial”. 

Dilansir dari StratNews Global, Gyal Lo mengatakan bahwa setelah mempelajari sistem pendidikan yang diterapkan Beijing terhadap anak-anak Tibet secara mendalam, dirinya mampu menarik beberapa kesimpulan. 

Saat guru mengajar, Gyal Lo menyebut para siswa tidak mengalami kemajuan apa pun. Disisi lain, para sosiolog Tibet mensinyalir bahwa kurikulum dan kebijakan pendidikan/akademis saat ini, menggambarkan sistem sekolah Tiongkok di Tibet sebagai sekolah berasrama kolonial.

Lebih jauh, Gyal Lo mengungkap sistem pendidikan di sekolah yang difasilitasi Beijing, diambil dari kebijakan pendidikan Tiongkok yang memiliki dua aspek, yaitu satu tersembunyi dan satu lagi “di atas meja”.  

Sosiolog ternama Tibet tersebut menjelaskan bahwasanya kebijakan tersembunyi adalah hal yang penting, karena kebijakan ini telah berlaku selama lebih dari enam dekade. 

Menko PMK Koordinasi dengan Mendikdasmen untuk Bahas Usulan Gibran Hapus Zonasi Sekolah

Kebijakan tersembunyi tersebut membatasi pengajaran bahasa, budaya dan tradisi Tibet hingga sekitar 20%. Sebelumnya lebih dari itu, namun sejak Xi Jinping mengambil alih kekuasaan pada tahun 2008, pendekatannya telah berubah.

Beijing disebut menginginkan satu budaya, satu bangsa, satu bahasa. Jadi, tidak ada ruang bagi budaya dan bahasa Tibet.

PBB: Kematian Anak Palestina akibat Dibunuh Tentara Israel di Tepi Barat Naik Tiga Kali Lipat

Konspirasi ideologis utama Tiongkok yang dipraktikkan selama beberapa dekade di masyarakat Tibet, dikhawatirkan akan mendegradasi kultur budaya asli Tibet. Bukan hanya itu, sistem sekolah saat ini telah mengubah pandangan empat generasi warga Tibet menjadi pekerja murah.

Tentu saja pihak Tiongkok menyangkal adanya kesalahan sistem pendidikan yang mereka terapkan di Tibet. Diantaranya, Beijing mengklaim bahwa jumlah siswa di sekolah berasrama rendah, dan hanya mengutip kasus Daerah Otonomi Tibet, yang berpenduduk sedikit. 

Pemprov Jakarta Bakal Kaji Wacana Kantin Sekolah Dipungut Pajak

Namun Dr Gyal Lo menunjuk ke wilayah lain di Tibet yang tidak ingin dibicarakan oleh orang Tiongkok: Utsang, Amdo dan Kham yang dihuni oleh 2/3 etnis Tibet. 

Video menunjukkan orang-orang berkumpul melakukan aksi protes di Lhasa, Tibet.

Photo :
  • Twitter.

Tibet saat ini berharap, PBB menjadi tempat terbaik untuk menekan Tiongkok agar membereskan tindakannya di Tibet. Beijing dinilai cenderung mendengarkan organisasi dunia ini yang menurut China memiliki kekuasaan besar, ketimbang masyarakat Tibet yang dianggap lemah.

Langkah Beijing dalam mengontrol sistem pendidikan di Tibet, juga menjadi kekhawatiran bagi India yang memiliki perbatasan dengan negara tersebut. Sekolah asrama kolonial yang ditetapkan Tiongkok, lambat laun dapat menjadi norma di Tibet, dimana Beijing berupaya melakukan sinisasi setiap individu di Tibet.

Hal ini dapat memperparah ketidaknyamanan India karena negara tersebut memiliki pandangan masyarakat Tibet yang di doktrinasi China melalui sekolah, membuat pemikiran orang Tibet seperti orang Tionghoa, yang atheis alias komunis.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya