Blak-blakan, Arab Saudi Akan Normalisasi Hubungan dengan Israel usai Perang Gaza
- Adrian Dennis/AP
Riyadh – Arab Saudi masih tertarik untuk mencapai hubungan normalisasi dengan Israel setelah perang melawan Hamas di Gaza berakhir. Hal itu disampaikan oleh utusan dari negara Teluk itu, pada Selasa, 9 Januari 2024.
Pangeran Khalid bin Bandar, Duta Besar Arab Saudi untuk Inggris, mengatakan dalam sebuah wawancara radio bahwa Riyadh masih terbuka untuk menjalin hubungan dengan Israel selama hal tersebut merupakan bagian dari solusi dua negara secara keseluruhan.
“Tentu saja ada ketertarikan, sudah ada ketertarikan sejak tahun 1982 dan sebelumnya,” kata Bandar tentang pencapaian kesepakatan dengan Israel.
“Kami sudah melakukan hal ini sejak lama, dan bersedia menerima Israel sejak lama, ini adalah kenyataan yang harus kami jalani. Tapi kita tidak bisa hidup bersama Israel tanpa negara Palestina," lanjutnya, dikutip dari Times of Israel, Kamis, 11 Januari 2024.
Bandar mengatakan, sebelum tanggal 7 Oktober, diskusi sudah berlangsung cukup lama. "Saya tidak punya kebebasan untuk menjelaskan secara detail apa yang dibicarakan, tapi hampir saja (kerjasama kedua negara terjadi), tidak ada pertanyaan," ucapnya.
“Titik akhir pasti mencakup negara Palestina yang merdeka. Dan meskipun kami akan memiliki hubungan (dengan Israel), hal ini tidak akan merugikan rakyat Palestina," tambahnya.
Israel dan Arab Saudi diyakini hampir menandatangani kesepakatan normalisasi bersejarah tepat sebelum serangan Hamas pada 7 Oktober 2024, yang mana ribuan anggota kelompok teror tersebut menyerbu melintasi perbatasan dan membunuh sekitar 1.200 orang di Israel.
Ketika ditanya apakah Hamas dapat menjadi bagian dari negara Palestina di masa depan, Bandar menjawab dengan tegas bahwa selalu ada ruang untuk perubahan jika kita memiliki optimisme dan harapan.
"Namun ketika terjadi konflik, hal pertama yang harus anda sadari adalah bahwa kedua belah pihak memiliki kepentingan yang sama. Dan ketika kedua belah pihak kalah, kedua belah pihak kemudian bersedia berkompromi. Dan jika tidak ada kompromi maka tidak ada solusi," ujarnya.
Dia juga mengkritik perspektif absolutisme ekstrim, yang menurutnya telah lama menjadi ciri konflik tersebut, dan menambahkan bahwa di Gaza pascaperang, Otoritas Palestina harus memainkan peran.
Komentar Bandar muncul hanya sehari setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bertemu dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman di kota oasis Saudi, Al Ula, di mana kedua tokoh tersebut tampaknya menunjukkan bahwa perundingan normalisasi masih mungkin dilakukan.
“Ada kepentingan yang jelas di wilayah ini untuk mewujudkan hal tersebut, namun hal ini memerlukan penghentian konflik di Gaza dan juga jelas memerlukan adanya jalan praktis menuju negara Palestina,” kata Blinken kepada wartawan.
Putra mahkota Saudi, penguasa de facto kerajaan tersebut, menekankan pentingnya menghentikan permusuhan di Gaza dan membentuk jalan perdamaian.
Dikatakan bahwa putra mahkota menggarisbawahi perlunya memulihkan stabilitas dan memastikan rakyat Palestina mendapatkan hak-hak mereka yang sah.