Prancis Berbalik Dukung Palestina: Bukan Hak Israel untuk Menentukan Masa Depan Gaza
- Euronews
VIVA Dunia – Prancis mengutuk pernyataan para pejabat Israel yang mendorong pengungsian penduduk Palestina di Gaza, dan mengatakan bahwa Israel tidak mempunyai hak untuk menentukan nasib orang-orang di Gaza.
"Prancis mengutuk pernyataan Menteri Keuangan Israel Bazalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir, yang menyerukan imigrasi penduduk Gaza serta pembentukan kembali koloni (Yahudi) dan pendudukan tanah (Gaza)," kata Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan dalam sebuah pernyataan, melansir Anadolu Agency, Selasa, 9 Januari 2024.
Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna juga menegaskan bahwa Jalur Gaza adalah milik Palestina dan masa depannya tidak bergantung pada Israel.
"Bukan hak Israel untuk menentukan masa depan Gaza, yang merupakan tanah warga Palestina; kita perlu kembali ke prinsip hukum internasional dan menghormatinya," ungkap Colonna.
Mendesak Israel untuk menahan diri dari pernyataan provokatif tersebut, dengan mengatakan bahwa hal tersebut hanya akan memicu ketegangan, kementerian tersebut mengatakan bahwa perpindahan penduduk secara paksa akan merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional menurut Konvensi Jenewa dan Statuta Roma.
"Pemerintah Israel tidak berhak memutuskan di mana warga Palestina harus tinggal,” katanya. “Masa depan Jalur Gaza dan penduduknya akan terletak pada negara Palestina yang bersatu dan hidup damai dan aman bersama Israel.”
Seperti diketahui, para pejabat Israel telah memberikan banyak indikasi bahwa mereka berniat untuk mengusir para penduduk Gaza yaitu warga Palestina.
Para pejabat Israel dilaporkan mengadakan pembicaraan rahasia dengan Republik Demokratik Kongo dan negara-negara lain mengenai pengusiran warga Palestina yang terlantar akibat perang Israel di Jalur Gaza, menurut laporan surat kabar Israel Zman Yisrael.
Surat kabar tersebut, yang merupakan outlet berbahasa Ibrani dari Times of Israel, mengatakan kebijakan “migrasi” Gaza dengan cepat menjadi kebijakan utama pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan kabinet perang mengenai populasi Gaza.
Netanyahu dilaporkan telah memberikan 'lampu hijau' untuk kebijakan pengusiran tersebut dan anggota kabinet tingkat tinggi juga mengikuti langkah tersebut, yang kemudian memulai pembicaraan dengan Kongo sebagai salah satu tujuan yang memungkinkan.
Sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza telah mengungsi akibat serangan Israel yang tidak pandang bulu dan brutal, yang sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 22.313 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, serta melukai 57.296 orang.
Pada awal perang, Israel memerintahkan penduduk Jalur Gaza utara untuk meninggalkan rumah mereka, dan banyak pejabat Israel membuat pernyataan yang mendukung pengusiran paksa penduduk Gaza.
"Kongo akan bersedia menerima migran, dan kami sedang bernegosiasi dengan pihak lain,” kata sumber senior di kabinet perang Israel.