Pangeran MBS Ogah Gabung Dengan Gugus Tugas Pimpinan AS
- SAUDI KINGDOM COUNCIL
Riyadh – Arab Saudi mengaku tidak tertarik terseret kembali ke dalam perang dengan Yaman untuk melindungi kepentingan Israel di Laut Merah. Hal itu diungkapkan oleh pejabat Saudi dan Amerika Serikat. Selama beberapa minggu terakhir, Washington berupaya melibatkan mitra lamanya di Teluk dalam "Operasi Penjaga Kemakmuran".
Melansir dari The Cradle, Rabu, 27 Desember 2023, ini merupakan satuan tugas angkatan laut pimpinan AS, yang mengklaim membela kapal komersial yang terkait dengan Israel dari serangan Yaman di Laut Merah.
Hal ini termasuk menekan Riyadh untuk meninggalkan perjanjian perdamaian dengan Yaman, dengan menawarkan pelatihan militer baru untuk tentara Saudi dan berjanji untuk mencabut embargo senjata terhadap senjata ofensif yang diberlakukan oleh Gedung Putih.
Namun, kerajaan Arab justru lebih suka melihat perkembangan terbaru dari pinggir lapangan, karena prospek perdamaian di perbatasan selatan merupakan tujuan yang lebih menarik, daripada ikut serta dalam upaya menghentikan serangan, yang Ansarallah katakan ditujukan kepada Israel.
Setelah delapan tahun perang yang menyebabkan jet Saudi dan kelompok tentara bayaran membinasakan negara termiskin di dunia Arab itu, Riyadh menerapkan strategi baru yang menjauhi aksi militer langsung, dan membina hubungan dengan faksi-faksi Yaman.
Pendekatan ini didorong oleh kenyataan bahwa setelah delapan tahun perang, (Yaman) secara efektif menang. “Eskalasi bukanlah kepentingan siapa pun,” kata Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, dalam sebuah wawancara televisi awal bulan ini.
'Kami berkomitmen untuk mengakhiri perang di Yaman, dan kami berkomitmen pada gencatan senjata permanen yang membuka pintu bagi proses politik.”
Menurut laporan New York Times, utusan khusus PBB untuk Yaman, Hans Grundberg, telah mengeluarkan pernyataan, yang mengatakan bahwa pihak-pihak yang bertikai di Yaman telah menyetujui serangkaian tindakan untuk menerapkan gencatan senjata nasional, memperbaiki kondisi kehidupan di Yaman, dan tidak terlibat dalam konflik bersenjata, serts persiapan untuk dimulainya kembali proses politik yang inklusif.
Rencana gencatan senjata dilaporkan juga akan mencakup komitmen untuk melanjutkan ekspor minyak dari Yaman yang diduduki Saudi dan UEA, membayar semua gaji sektor publik di wilayah yang dikuasai Ansarallah, membuka jalan di Taiz dan wilayah lain di Yaman, serta melonggarkan lebih lanjut pembatasan di Bandara Sanaa dan Yaman, serta pelabuhan Hodeidah.
Sebagian besar penentangan Arab Saudi terhadap kekerasan yang kembali terjadi di Yaman berasal dari kekhawatiran mengenai dampak krisis di Palestina terhadap Visi 2030 Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), terutama mengingat luasnya wilayah barat Laut Merah, yang menjadi lokasi banyak pengungsi, dan proyek diversifikasi ekonomi kerajaan, seperti NEOM futuristik dan lokasi berbagai tujuan wisata, yang dipengaruhi oleh meluasnya perang.
Riyadh juga berkonsentrasi membangun kembali hubungan diplomatik dengan mantan musuhnya untuk mengamankan rencana jangka panjangnya.
Pada bulan Maret, Arab Saudi menandatangani perjanjian pemulihan hubungan bersejarah dengan Iran di bawah naungan China. Kedua negara Islam ini hanya tinggal beberapa hari lagi untuk menjadi anggota terbaru dalam blok BRICS yang kuat.