Italia Mundur Dari Perjanjian Investasi dengan China, Apa Sebabnya?
- Fox News
Beijing – Italia resmi menarik diri dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) China, yang dijadikan Beijing sebagai upaya untuk memperdalam hubungan dengan negara-negara asing, melalui investasi infrastruktur.
Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, sebelumnya telah mengisyaratkan niat negaranya untuk menarik diri dari perjanjian tersebut.
Dilansir dari Surat kabar Milan Corriere della Sera, pada Kamis, 14 Desember 2023, surat resmi yang berisi pemberitahuan mundurnya Italia dari inisiatif BRI, telah dikirim ke Beijing dalam beberapa hari terakhir.
Italia merupakan negara G7 pertama, yang menandatangani MoU inisiatif BRI pada 2019, ketika pemerintah pimpinan Giuseppe Conte, yang populis dan anti kemapanan, mempromosikan inisiatif tersebut sebagai cara untuk meningkatkan perdagangan dengan China. Hal ini juga sekaligus mendapatkan investasi dalam proyek infrastruktur besar.
Ironisnya, MoU antara Italia dan China ditandatangani satu hari setelah Dewan Eropa bertemu untuk membahas strategi bersama Uni Eropa (UE) terhadap Beijing sebelum KTT UE-China.
Pada tahun-tahun berikutnya, defisit perdagangan Italia dengan China telah membengkak dari US$21,5 miliar (Rp333,1 triliun) menjadi US$51,8 miliar atau setara dengan Rp802,7 triliun.
Ketidakseimbangan perdagangan yang berpihak pada Tiongkok semakin melebar, sehingga produk China kian membanjiri pasar Italia, dan menyumbang 9 persen dari total impor Italia.
Investasi di pelabuhan-pelabuhan Italia yang diberitakan di berita utama, tidak pernah terselenggara.
Sementara Georgia Meloni yang menjadi oposisi pada saat itu, menentang kesepakatan inisiatif BRI sejak awal, namun dirinya justru ditolak oleh pemerintah Italia kala itu.
Kini, ketika Georgia Meloni di dapuk sebagai Perdana Menteri, Pemerintah Italia langsung mengambil kebijakan memutuskan kerja sama inisiatif BRI yang di prakarsai China.
Keputusan Italia untuk keluar dari BRI bukan sekadar cerminan rasa frustrasi atas harapan yang gagal dan janji yang tidak dipenuhi, namun didasarkan pada komitmen nyata untuk membela nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.
Seperti pendahulunya Mario Draghi, Georgia Meloni sangat keras mengkritik China atas berbagai hal, mulai dari perlakuan buruk terhadap etnis minoritas di Xinjiang, hingga kesalahan penanganan pandemi COVID-19.
Perdana Menteri Italia ini juga pernah memperingatkan tentang risiko potensi serangan Beijing terhadap Taiwan, dan mengingatkan posisi China terkait invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022.
Keluarnya Italia disinyalir akan merusak reputasi BRI yang sudah mengalami pengurangan skala, karena China menghadapi gejolak ekonominya sendiri sementara mitra-mitranya menghadapi kesulitan utang.
Secara keseluruhan, mungkin Meloni sudah unggul dalam membaca Partai Komunis Tiongkok.
Keberaniannya untuk mengambil tindakan dengan mempertanyakan kelayakan perjanjian dengan Partai Komunis, yang nilai-nilai fundamentalnya sangat bertentangan dengan UE dan komunitas transatlantik, pada akhirnya dapat menjadi preseden yang harus diikuti oleh para pemimpin lainnya.