Masyarakat Dunia Was-was dengan Wabah Pneumonia di Beijing Seperti Pandemi COVID-19
- Pixabay/geralt
Jakarta – Masyarakat dunia kini dilanda rasa was-was usai munculnya penyakit pernapasan, yang belum pernah terjadi sebelumnya di China, yang dikhawatirkan dapat mewabah seperti pandemi COVID-19. Sama halnya saat COVID-19 terjadi dan merebak di Kota Wuhan, Beijing saat ini terkesan menutup-nutupi informasi seputar penyakit pernapasan yang banyak menyerang anak-anak.
Awalnya, kekhawatiran akan kemunculan pandemi baru tersebut dipicu oleh peringatan yang diterbitkan oleh layanan pemantauan ProMED, bagian dari Masyarakat Internasional untuk Penyakit Menular, pada November lalu.
Sebelumnya, pada 30 Desember 2019, peringatan serupa juga pernah dikeluarkan oleh ProMED, yang kemudian menjadi pemberitahuan pertama akan kemunculan COVID-19.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sempat mendesak China untuk bersikap terbuka, perihal informasi seputar penyakit pernapasan mirip pneumonia, yang kini merebak di kalangan anak-anak. WHO menyebut telah muncul kekhawatiran bahwa penyakit misterius ini, berpotensi menjadi pandemi lagi layaknya COVID-19.
Menanggapi hal tersebut, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS), menilai wajar jika masyarakat dunia khawatir akan penyakit pernapasan asal China itu.
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa, mengatakan kekhawatiran masyarakat dunia ini tidak berlebihan, apalagi setelah WHO mengeluarkan prediksi penyebaran penyakit misterius.
“Dari media masa, kami dengar ahli virologi Belanda yang menjadi penasihat WHO mengenai COVID-19, Marion Koopmans, menuturkan bahwa dunia harus berhati-hati terhadap penyakit pernapasan misterius China,” kata AB Solissa dalam pernyataannya, pada Senin, 11 Desember 2023.
WHO, lanjut AB Solissa, telah meminta informasi dari Tiongkok mengenai laporan kasus pneumonia, yang tidak terdiagnosis di rumah sakit anak-anak di Beijing dan lokasi lainnya. Organisasi tersebut juga menyerukan pentingnya informasi lebih lanjut tentang pneumonia di China.
“Sayangnya, ketika Tiongkok sedang berjuang melawan lonjakan penyakit pernapasan yang belum pernah terjadi sebelumnya, Irlandia dan Prancis kini termasuk di antara beberapa negara Eropa yang mencatat lonjakan serupa dalam kasus pneumonia anak,” ungkap AB Solissa.
Di Denmark dan Perancis, infeksi virus ini telah melonjak ke tingkat epidemi. Denmark telah menyaksikan peningkatan kasus sebanyak tiga kali lipat sejak Oktober lalu.
Gejala pada anak-anak
Beberapa foto anak-anak yang menerima infus di rumah sakit telah diposting di media sosial. Sebuah rumah sakit anak-anak di Beijing mengatakan kepada media bahwa anak-anak yang terinfeksi tidak batuk, dan tidak menunjukkan gejala gangguan pernapasan pada umumnya, namun mereka mengalami suhu tinggi (demam).
“Di media massa disebutkan, Kementerian Kesehatan China bersikeras bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh patogen yang telah diketahui dan tidak ada tanda tanda munculnya penyakit menular baru,” ujar AB Solissa.
“Bahkan ketika rumah sakit di negara tersebut dibanjiri oleh anak-anak yang sakit, Tiongkok menyebut peningkatan penyakit ini disebabkan oleh virus seperti influenza, rhinovirus, virus pernapasan syncytial, RSV, adenovirus, serta bakteri seperti mycoplasmapneumoniae."
Menurut WHO, anak-anak sekarang mungkin tertular patogen yang telah dicegah oleh pembatasan COVID-19 selama dua tahun. Ini adalah musim dingin penuh pertama sejak negara tersebut mencabut pembatasan pandemi yang ketat pada bulan Desember tahun lalu.
Namun, pernyataan tersebut belum meredakan kekhawatiran masyarakat internasional. Banyak negara yang meragukan transparansi Beijing, mengingat pandemi COVID-19 yang terjadi baru-baru ini dan cara China menangani wabah tersebut.
“Satu kata, Beijing harus terbuka dan membuka lebar informasi seputar penyakit pernapasan misterius ini. Jangan sampai menjadi wabah seperti COVID-19,” pungkas AB Solissa.