Penderitaan Rakyat Palestina Hadapi Agresi Israel Makin Memburuk: Cuaca Dingin hingga Hujan Lebat

Ibu kehilangan anaknya dalam serangan Israel di Gaza
Sumber :
  • The Guardian

Gaza – Di tengah serangan udara Israel yang tiada henti di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023, para pengungsi Gaza bergulat dengan tidak adanya kebutuhan dasar yang penting. Terperangkap dalam siklus kesengsaraan sehari-hari yang tak ada habisnya. Mereka juga masih terjerat dalam bahaya.

Kecaman Keras saat Kabinet Donald Trump Diisi Orang Kristen-Yahudi yang Pro Israel

Tim jurnalis Anadolu Agency melakukan tur ke daerah-daerah yang menjadi tempat perlindungan bagi para pengungsi dari Gaza utara ke wilayah tengah dan selatan Jalur Gaza.

Laporan ini, kata Anadolu, mengamati kesulitan yang dihadapi para pengungsi, yang diperburuk oleh hujan lebat dan cuaca dingin, yang khususnya berdampak pada anak-anak. 

Iran Sebut Rezim Israel Tidak Layak Diwakili di Organisasi Internasional

Kamp Rumah Sakit Shuhada Al-Aqsa 

Bashir Abu Armana, seorang pria Palestina yang meninggalkan Kota Gaza menuju Rumah Sakit Shuhada Al-Aqsa di kota Deir al-Balah, di Jalur Gaza tengah, berusaha untuk menjaga anak-anaknya tetap hangat di dalam tenda kecil mereka di halaman rumah sakit. Mereka hanya menggunakan beberapa selimut tipis yang ia peroleh dari tetangga di tenda sebelah.

Akademisi Ingatkan Prabowo Harus Lantang Lawan Penjajahan Israel terhadap Palestina

Abu Armana bercerita bahwa mereka mencari perlindungan di Rumah Sakit Shuhada Al-Aqsa, dan mendirikan tenda kecil ini dengan potongan kain dan nilon.

“Lima keluarga dengan anak-anak dan perempuan mereka tinggal di tenda kami. Tenda ini tidak memberikan perlindungan dari hujan atau dingin karena tidak tertutup. Anak-anak tidur di tanah tanpa kasur atau selimut,” katanya.

“Tadi malam, karena cuaca yang sangat dingin, saya menutupi putri saya dengan mantel saya sendiri. Para lelaki tinggal di luar tenda sepanjang malam, sementara para perempuan dan anak-anak tidur di dalam. Tidak ada cukup ruang untuk semua orang,” tambahnya.

“Penyakit menyebar dengan cepat di antara kami, dan kelima anak saya menderita infeksi saluran cerna. Masalah terbesarnya adalah adanya tempat pembuangan sampah di sebelah tenda kami."

Dia juga menjelaskan bahwa tenda itu akan runtuh jika hujan semakin deras. "Kami berada di awal musim dingin, dan kami tidak memiliki alat pemanas. Kami bahkan tidak bisa mengumpulkan kayu bakar,” ucap Abu Armana.

Di tenda tetangga, Iqbal Abu Al-Saud, seorang wanita berusia 60-an, duduk dikelilingi cucu-cucunya. Dia berusaha menghangatkan diri di tengah cuaca dingin yang parah.

Serangan rudal Israel menghancurkan wilayah Utara Jalur Gaza

Photo :
  • AP Photo/Mohammed Dahman

"Tentara Israel mengebom rumah kami di lingkungan Sheikh Radwan, utara Kota Gaza, dan kami berpindah dari satu sekolah ke sekolah lain sebelum tiba di kota Deir al-Balah, tempat kami mendirikan tenda di Rumah Sakit Shuhada Al-Aqsa," ujar wanita itu.

“Kami memiliki 30 anak di dalam tenda, semuanya adalah cucu saya, dan tidak ada tempat berlindung bagi kami dari hujan lebat dan cuaca dingin yang parah.” 

Dia juga menambahkan bahwa ada juga bayi baru lahir dan seorang wanita hamil, dan mereka tidak punya pakaian karena buru-buru meninggalkan rumah setelah rumah mereka dibom.

Meski demikian, Abu Al-Saud mengatakan dia berhasil mendapatkan mantel dari tetangga untuk menghangatkan salah satu cucunya yang merasa sangat kedinginan. 

Kamp Rumah Sakit Nasser

Sementara itu, di kompleks medis Nasser di kota Khan Yunis, Jalur Gaza selatan, Ibrahim Salha mencari potongan kayu untuk menyalakan api guna menghangatkan anak-anaknya di tengah cuaca dingin yang menyengat.

"Kami terbangun karena hujan deras, jadi saya membawa beberapa potong nilon dan mulai menutup tenda untuk mencegah hujan mengenai pakaian, kasur, dan selimut kami," kata Salha.

Salha khawatir dalam beberapa jam dan hari ke depan, hujan akan semakin deras hingga menyebabkan tenda ambruk total dan terendam banjir.

Dia juga tidak memiliki tempat berteduh lain sehingga ia akan tetap berada di tenda bersama keluarganya meski hujan semakin deras sehingga memperparah penderitaan mereka.

Di tenda lain, An'am Abu Tarabish berkemah bersama 14 anggota keluarganya setelah mengungsi dari daerah Karama di Gaza utara ke kota Khan Yunis.

“Tenda ini tidak akan melindungi kami dari hujan, dan akan runtuh jika hujan semakin deras karena sangat rapuh,” kata Abu Tarabish kepada Anadolu.

“Kami tidak memiliki pakaian atau kasur untuk melindungi kami dari hawa dingin. Kami meninggalkan rumah kami di bawah bombardir (Israel) tanpa membawa apa pun,” tambahnya.

Abu Tarabish berhasil mendapatkan beberapa pakaian musim dingin dari tetangganya yang mengungsi untuk menjaga anak-anak tetap hangat. Tetapi, pakaian tidak mencukupi karena cuaca sangat dingin dan hujan sangat deras.

Sebagai informasi, serangan Israel di Jalur Gaza telah berlangsung selama 40 hari, dengan sedikitnya 11,320 warga Palestina, termasuk lebih dari 7,800 wanita dan anak-anak, terbunuh.

Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid dan gereja, juga rusak atau hancur akibat serangan udara dan darat yang tiada henti. Sementara itu, korban tewas di Israel mencapai 1.200 orang, setelah milisi Hamas menyerang Israel selatan, menurut angka resmi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya