Cendekiawan Islam Sebut Israel Manfaatkan Arkeologi untuk Ambil Tanah Orang Palestina
- Al-Aqsa Mosque by David Shankbone
Ankara – Dalam perangnya yang semakin brutal di wilayah Gaza, Israel memanfaatkan studi arkeologi di wilayah tersebut sebagai dasar untuk melanjutkan pendudukannya atas Palestina.Menurut seorang cendekiawan asal Turki, Israel mendistorsi temuan dan data untuk agenda mereka sendiri.
“Sebagian besar negara secara ideologis telah memanfaatkan arkeologi, namun yang membedakan Israel adalah kontur yang lebih tajam yang dimilikinya,” kata Bilal Toprak, dosen di Universitas Duzce di barat laut Turki.
"Yang pertama dan terpenting, ketika negara-negara lain berupaya melestarikan lokasi mereka, Israel mengajukan klaim kepemilikan atas tanah yang tidak dihuninya selama 2.000 tahun," lanjut Toprak, dikutip dari Anadolu Ajansi, Selasa, 14 November 2023.
Ia berargumen bahwa orang-orang Yahudi di Eropa memilih Palestina sebagai tanah air Yahudi karena aspek motivasi yang dimilikinya. “Mereka percaya bahwa mereka akan berkumpul di sana ketika Mesias datang,” ujar Toprak.
Dia juga menunjuk pada Perdana Menteri Pertama Israel, David Ben Gurion, yang katanya adalah seorang politisi sekuler, tetapi membuat pernyataan keagamaan setelah menjadi perdana menteri. Arkeologi sangat diperlukan bagi Ben Gurion, menurut Toprak, berfungsi sebagai jembatan untuk memperkuat hubungan antara orang-orang Yahudi Israel saat ini dengan orang-orang Yahudi kuno.
"Hal ini memperkuat ikatan antara bangsa dan tanah air."
Toprak menggarisbawahi, pentingnya nama tempat dalam upaya kolonisasi, dan mencatat bahwa Israel telah menggunakan nama Ibrani dan Alkitab untuk banyak wilayah yang diperintah oleh umat Islam selama sekitar 1.000 tahun.
“Hanya bangunan yang berkaitan dengan sejarah Yahudi-Kristen yang menjadi fokus. Nama Ibrani diberikan untuk wilayah di wilayah Negev dan Arava," ucapnya.
“Dulu dianggap sebagai ‘daftar kosong’, wilayah Palestina telah diubah menjadi tanah Yahudi pada tahun 1950an, dan hampir tidak ada sisa-sisa desa Palestina yang tersisa,” kata cendekiawan Islam itu.
Menurut Toprak, benteng kuno Masada di puncak gunung di tenggara Israel adalah salah satu contoh Tel Aviv yang menggunakan arkeologi sebagai alat pendudukan dan penjajahan.
Pada tahun 1960an, Komandan (Israel) Yigael Yadin mengingatkan orang-orang Yahudi yang melakukan perlawanan terhadap Romawi di benteng Masada. Dia berbicara tentang bagaimana ratusan orang melawan dan memilih untuk bunuh diri daripada menyerah kepada tentara Romawi, sehingga mereka membuat sejarah.
"Slogan 'Masada tidak akan jatuh lagi' masih digunakan oleh tentara di Israel untuk melawan orang-orang Arab. Yadin melakukan penggalian di sini untuk membuktikan legenda tersebut, namun hanya 25 kuburan yang berhasil dicapai. Tidak ada kasus bunuh diri yang ditemukan di salah satu kuburan tersebut," tuturnya.
Selain menggunakan arkeologi, Toprak mengatakan Israel juga berupaya menghilangkan tatanan budaya Palestina di wilayah yang dikuasainya. Upaya untuk melegitimasi pendudukan dengan data arkeologi terus berlanjut sejak masa Inggris menguasai Palestina, kata Toprak.
Didirikan di Inggris pada tahun 1865, Dana Eksplorasi Palestina mengirim Thomas Lawrence, yang juga dikenal sebagai Lawrence of Arabia, untuk memetakan wilayah tersebut, kata Toprak.
"Presiden Dana Eksplorasi Palestina, Uskup York William Thomson mengatakan bahwa jika seseorang benar-benar ingin memahami Alkitab, mereka harus terlebih dahulu memahami negeri tempat Alkitab pertama kali ditulis.”
Menekankan bahwa arkeologi adalah salah satu alat terpenting untuk menafsirkan, memahami, dan mengkonstruksi masa lalu, Toprak berpendapat bahwa nama-nama museum di Israel menunjukkan bahwa mereka secara efektif menggunakan arkeologi dengan nama-nama seperti Museum Israel, Museum Orang Yahudi, dan Alkitab.
“Periodisasi seperti ‘era Israel’, ‘era Ibrani’ dibuat. Melalui ini, mereka mengklaim sebagai peradaban besar di masa lalu dan menegaskan kepemilikan mereka atas tanah yang mereka tempati saat ini.”