Bank Dunia Perkirakan Perang Timur Tengah Bisa Lambungkan Harga Minyak
- CNBC
New York – Bank Dunia, pada Senin 30 Oktober 2023, memperkirakan harga minyak global akan mencapai rata-rata US$ 90 per barel pada triwulan keempat tahun ini, dan turun sampai di bawah rata-rata US$ 81 AS pada 2023, karena pertumbuhan ekonomi yang melambat telah mengurangi permintaan.
Namun eskalasi konflik Timur Tengah bisa melonjakkan lagi harga minyak. Laporan terkini Commodity Markets Outlook yang dikeluarkan Bank Dunia mencatat bahwa harga minyak hanya naik 6 persen, sejak perang Israel-Hamas dimulai, sementara harga komoditas pertanian yang sebagian besar logam dan komoditas-komoditas lainnya "hampir tak berubah".
Laporan Bank Dunia itu menguraikan tiga skenario risiko berdasarkan episode-episode sejarah yang terdiri dari konflik-konflik regional sejak 1970-an, dengan tingkat keparahan, dan konsekuensi yang kian besar.
Skenario "gangguan kecil" yang setara dengan berkurangnya produksi minyak saat perang saudara Libya pada 2011 sekitar 500.000 hingga 2 juta barel per hari (bph) akan menaikkan harga minyak dalam kisaran US$ 93-102 per barel pada triwulan keempat tahun ini, kata Bank Dunia.
Skenario "gangguan sedang" yang kira-kira setara dengan perang Irak 2003, akan memangkas pasokan minyak global sebesar 3 juta hingga 5 juta barel per hari, sehingga harga minyak naik antara US$ 109 dan US$ 121 per barel.
Pada skenario "gangguan besar" Bank Dunia setara dampak embargo minyak Arab pada 1973, yang memangkas pasokan minyak global sampai 6-8 juta barel per hari. Hal ini pada awalnya menaikkan harga menjadi US$ 140 hingga US$ 157 per barel, atau melonjak sampai 75 persen.
"Harga minyak yang lebih tinggi, jika bertahan, mengartikan harga pangan juga bakal naik. Jika terjadi guncangan harga minyak yang akut, maka hal ini akan meningkatkan inflasi harga pangan yang sudah naik di banyak negara berkembang," kata Ayhan Kose, Wakil Kepala Ekonom Bank Dunia.