Kebijakan Kontroversi PM Thailand, Bagi-bagi Uang Warganya Rp4,3 Juta
- AP Photo
Bangkok – Perdana Menteri (PM) Thailand, Srettha Thavisin membuat kebijakan baru, yang diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Dalam kebijakannya, Thavsin berencana untuk membagi-bagikan uang kepada masyarakat Thailand.
Sebanyak 56 juta warga Thailand akan mendapatkan insentif uang tunai sebesar 10.000 Baht Thailand atau sekitar Rp 4,3 juta. Uang tunai itu akan dikirim melalui dompet digital.
Dilansir dari Channel News Asia, Minggu, 22 Oktober 2023, program ini dirancang untuk warga Thailand dengan syarat bahwa seseorang tersebut harus berusia 16 tahun ke atas. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah, dan menstimulasi perekonomian melalui distribusi pendapatan masyarakat secara nasional.
"Niat kami adalah agar uang tersebut dibelanjakan di daerah tempat anda terdaftar. Ini akan membantu mengembangkan komunitas anda dan bukan hanya kota-kota besar saja," kata Thavisin dalam pernyataannya di platform media sosial X.
Pembagian dana itu akan disalurkan pada Februari mendatang berdasarkan insentif ekonomi yang dirancang oleh Partai Pheu Thai. Setidaknya, dana yang dikucurkan sebesar 560 miliar Baht atau sekitar Rp 243 triliun disiapkan untuk program tersebut.
Meski sudah berkampanye selama berbulan-bulan, Thavisin dan Partai Pheu Thai yang dipimpinnya belum menentukan bagaimana mendanai program tersebut.
Sekretaris Jenderal Perdana Menteri, Prommin Lertsuridej menjelaskan ada tiga kemungkinan aliran dari sumber dana tersebut, termasuk anggaran tahun fiskal 2024, pinjaman dari lembaga negara, dan pinjaman lainnya.
Kebijakan yang sangat populis ini juga mendapat kritik keras dari beberapa golongan. Ada satu kelompok di Thailand seperti 99 akademisi, ekonom dan mantan gubernur Bank of Thailand, yang mengeluarkan pernyataan bersama untuk menentang penerapan bagi-bagi uang 10.000 Baht untuk masyarakat.
Mereka mendesak pemerintah Thavisin untuk membatalkan program tersebut, dan beralasan bahwa pengeluaran besar-besaran untuk meningkatkan konsumsi jangka pendek akan menambah utang publik, dan merugikan stabilitas keuangan Thailand dalam jangka panjang.
"Pada akhirnya, masyarakatlah yang harus membayarnya kembali, baik melalui pajak yang lebih tinggi dan/atau harga barang yang lebih tinggi yang disebabkan oleh inflasi akibat suntikan moneter," bunyi salah satu poin pernyataan tersebut.
Bulan lalu, Gubernur Bank Sentral Thailand, Sethaput Suthiwartnarueput, juga menyarankan kebijakan itu sebaiknya hanya menyasar kelompok masyarakat tertentu saja, dan tidak diberikan ke masyarakat luas. Menurutnya, tidak semua orang membutuhkan bantuan keuangan tersebut.
Para analis politik juga mengatakan anggaran nasional tidak mungkin dipenuhi karena baru akan siap pada bulan April tahun depan, atau tepatnya dua bulan setelah usulan peluncuran skema tersebut pada Februari.