Polisi Tolak Pria Muslim untuk Gabung Akpol Karena Ada Tanda Hitam di Dahi

Ilustrasi polisi Prancis
Sumber :
  • Pixabay

Paris – Kepolisian Prefektur Paris menolak lamaran seorang pria Muslim untuk bergabung dengan akademi kepolisian karena ada tanda doa (hitam) di keningnya, menurut laporan media Prancis, MediaPart, pekan lalu.

Kompolnas Minta Kapolri Tindak Tegas Anggota yang Peras Penonton DWP Asal Malaysia

Karim, pria Muslim berusia 24 tahun yang permohonannya ditolak, berbicara tentang situasi tersebut dan berita tersebut kemudian menjadi berita utama.

Ilustrasi polisi Prancis

Photo :
  • Pixabay
GP Ansor Kutuk Arogansi Polisi Banting Warga saat Jemput Keluarga di Pelabuhan Ambon

Aljazeera melaporkan pekan lalu bahwa Karim, yang impian masa kecilnya adalah menjadi seorang polisi, telah lulus semua tes untuk bergabung dengan polisi Prancis.

Pemohon hanya memiliki satu langkah terakhir yang tersisa, penyelidikan moralitas, untuk menerima persetujuan prefektur dan memasuki akademi kepolisian.

Dimintai Keterangan, Polisi Sebut Korban Dugaan Penganiayaan Chandrika Chika Masih Merasakan Sakit

Namun, impian Karim tidak terwujud seperti yang ia bayangkan. Saat wawancara dengan seorang petugas polisi pada Maret 2021, pria Muslim tersebut ditanyai tentang tanda di keningnya.

Tanda doa biasanya digambarkan sebagai tanda pengabdian dan ketakwaan. Sujud yang berulang dan berkepanjangan, saat dahi menyentuh tanah saat shalat, menyebabkan dahinya menghitam.

Ilustrasi polisi Prancis

Photo :
  • Pixabay

Karim mengatakan bahwa dia menjelaskan selama wawancara jika tanda tersebut disebabkan karena dia rajin sholat, dan dia menekankan bahwa tidak semua Muslim memiliki tanda tersebut karena beberapa memiliki kulit yang lebih sensitif.

Tujuh bulan kemudian, Karim menerima email dari prefektur, yang menekankan bahwa permohonannya telah ditolak.

“Selama wawancara Anda, muncul kekhawatiran tentang pentingnya netralitas bagi seorang petugas polisi. Akibatnya, karena fakta-fakta yang disebutkan di atas tidak sesuai dengan tugas yang diminta, permohonan Anda belum mendapat persetujuan dari kepala polisi,” outlet berita Turki AA mengutip tanggapan polisi.

Menolak untuk menyerah pada mimpinya, pemuda Muslim tersebut mengajukan banding untuk menyampaikan argumen barunya, menekankan bahwa dia tidak dapat memahami bagaimana mereka dapat mencela dia karena menjalankan keyakinannya secara pribadi.

“Saya bukan seorang Muslim radikal. Saya jujur. Apa lagi yang bisa saya lakukan? Berbohong dan menyembunyikan tandaku?” tanya Karim.

Sementara tanggapan dari akademi kepolisian berusaha menyamarkan alasan mereka menolak menyetujui lamaran Karim, Mediapart dengan tegas melaporkan bahwa impian pemuda Muslim tersebut untuk mengabdi pada negaranya sebagai petugas polisi hancur hanya karena tanda di keningnya.

Kisah yang meresahkan ini tidak mengherankan karena hal ini terjadi setelah normalisasi, bahkan banalisasi sentimen anti-Islam di Prancis. Memang benar, pemerintah Perancis dalam beberapa bulan terakhir telah membuat beberapa keputusan yang bernuansa anti-Islam. 

Langkah terbaru yang dilakukan adalah keputusan kontroversial yang menolak hak perempuan dan anak perempuan Muslim untuk mengenakan jilbab di sekolah dan lembaga publik.

Agustus lalu, Menteri Pendidikan Perancis Gabriel Attal menyatakan bahwa abaya – jubah longgar yang dikenakan oleh wanita Muslim – juga akan dilarang di sekolah negeri. Mengenakan jilbab di sekolah umum telah dilarang di Perancis sejak tahun 2004.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya