Diterpa Resesi Ekonomi, Sektor Properti di China Morat-marit

Bendera China.
Sumber :

Beijing – Perusahaan atau pengembang properti China saat ini, tengah diterpa badai resesi ekonomi, sehingga raksasa properti Beijing mulai tumbang satu persatu. 

Sinyal akan runtuhnya sektor properti Beijing dapat dilihat dari kesulitan keuangan yang dialami Country Garden, salah satu raksasa properti China yang terancam gagal bayar utang. 

Hal ini menambah panjang daftar pengembang raksasa China yang bangkrut dihantam gelombang gagal bayar, sejak kejatuhan Evegrande pada tahun 2021 yang gulung tikar setelah gagal bayar utang Rp 5.000 triliun. 

Raksasa properti China bangkrut terlilit hutang triliunan

Photo :
  • Tanggapan layar video YouTube VIVA

Evergrande babak belur hingga tersungkur kebijakan Beijing yang ingin mengerem pinjaman berlebihan perusahaan properti dan tingginya harga rumah. 

Meningkatnya default oleh pengembang telah meningkatkan rasio kredit bermasalah bank-bank China menjadi 4,4 persen pada akhir tahun 2022 lalu, dari 1,9 persen pada tahun 2020. 

Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) mengingatkan negara-negara dunia khususnya Indonesia yang menjalin kerjasama dengan China, untuk mewaspadai kondisi ekonomi Tiongkok agar tidak ikut jatuh kedalam resesi ekonomi. 

Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa menyebut resesi ekonomi sangat mungkin melanda Beijing, mengingat selama bertahun-tahun, ekonomi China mendapat dorongan besar dari 'booming' properti. 

"Tahun ini, kondisi sektor properti China semakin memburuk. Bahkan, baru-baru ini, utang yang melilit raksasa properti Country Garden sebesar US$191,7 miliar atau setara Rp2.931 triliun, membuat nyaris sejuta rumah di China mangkrak dan para pekerjanya tak digaji,” kata AB Solissa kepada wartawan, pada Selasa, 5 September 2023. 

Mengutip CNN, lanjut AB Solissa, Evergrande mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 15 di Amerika Serikat (AS), pada 18 Agustus lalu, sehingga hal itu memungkinkan pengadilan Negeri Paman Sam untuk turun tangan ketika kasus kebangkrutan melibatkan negara lain. 

The Wall Street Journal juga pada hari Sabtu melaporkan bahwa banyak investor yang mengkhawatirkan momen Lehman di Tiongkok, akan mengancam solvabilitas sistem keuangan negara tersebut. 

Harian Amerika yang berfokus pada bisnis dan ekonomi ini mengatakan bahwa tanda-tanda tekanan keuangan pada sebuah manajer aset besar di Tiongkok, membuat investor khawatir terhadap sektor properti yang sedang merosot di negara tersebut. Hal ini menghidupkan kembali perdebatan mengenai apakah “momen Lehman” dapat terjadi di negara kedua di dunia.  

“Setidaknya tiga perusahaan Tiongkok dalam pengajuan terpisah di bursa saham dalam beberapa minggu terakhir. Mereka menyatakan bahwa perusahaan Tiongkok Zhongrong Trust telah gagal membayar bunga dan pokok beberapa produk investasi, dengan skala pembayaran yang hilang melebihi 110 juta yuan ($15  juta),” ujar AB Solissa. 

Meskipun Beijing telah melakukan beberapa upaya untuk membantu meningkatkan permintaan perumahan dan menyediakan uang tunai bagi pengembang, masa pemberian dana talangan (bailout) besar yang didanai negara untuk industri yang membengkak tampaknya sudah berakhir.  

Krisis sektor properti China menjadi risiko yang bisa menahan laju ekonomi global. Dikutip dari Xinhua, Biro Statistik China, tercatat kontribusi China terhadap ekonomi global mencapai 30 persen selama periode 2013-2021. 

Zhao Lusi Ungkap Alami Depresi Setelah Jadi Korban Bully Agensi, Begini Kondisinya Sekarang

Perlambatan ekonomi China karena runtuhnya sektor properti di Tionhkok, bisa menurunkan permintaan ke negara mitra dagangnya, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia. 

Tercatat pada Juli lalu, defisit dagang Indonesia dengan China membengkak menjadi US$621 juta dari bulan sebelumnya yang hanya US$295,5 juta. 

Viral Video RS di China Kewalahan Atasi Pasien, Benarkah karena Wabah Human Metapneumovirus? 

Mewakili pemerintah, Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna ke-4 DPR RI Masa Persidangan I 2023-2024 di Senayan, Jakarta, menyebut pada 2024 berbagai risiko global penting harus diantisipasi dan diwaspadai Indonesia. 

Sri Mulyani menyebut hal-hal yang akan menentukan dan mempengaruhi kinerja ekonomi nasional, termasuk kondisi fragmentasi geopolitik akan semakin meningkat, pelemahan ekonomi di China, inflasi relatif tinggi dengan suku bunga dan likuiditas ketat akan menciptakan berbagai risiko ke bawah bagi perekonomian global. 

China Diserang Virus Baru HMPV yang Menyebar Cepat, Bakal Sama Seperti COVID-19?

“Pemerintah Indonesia sendiri memperkirakan laju ekonomi global tahun depan stagnan di 3 persen. Proyeksi itu dibuat dengan mempertimbangkan perlambatan laju ekonomi China,” pungkas AB Solissa.

Zhao Lusi

Zhao Lusi Unggah Foto Perdana Pasca Heboh Isu Depresi Berat, Dapat Dukungan dari Penggemar

Zhao Lusi, aktris asal China yang tengah jadi sorotan, akhirnya muncul di media sosial setelah kabar soal kesehatannya ramai diperbincangkan.

img_title
VIVA.co.id
3 Januari 2025