Kampanye Boikot Produk dan Wisata Jepang di China Semakin Luas
- Kyodo.
Beijing – Kerusakan reputasi produk dan layanan Jepang dikhawatirkan meluas di China setelah pembuangan air radioaktif yang diolah dari komplek pembangkit nuklir Fukushima yang rusak ke lautan.
Banyak perjalanan ke Jepang juga dibatalkan, selain itu ada kampanye boikot secara daring yang menargetkan barang-barang seperti kosmetik.
Otoritas China tampaknya tidak melakukan apapun untuk menghentikan seruan daring untuk memboikot produk Jepang dengan latar belakang sentimen anti Jepang yang meningkat akibat pembuangan limbah ke laut yang dimulai minggu lalu.
Global Times, tabloid yang berafiliasi dengan Partai Komunis China berkuasa, menyatakan beberapa agen perjalanan melaporkan pembatalan perjalanan ke Jepang, dan beberapa perusahaan berencana mengurangi promosi mereka untuk liburan Hari Nasional mulai akhir September.
Harian tersebut mengatakan antusiasme wisatawan China untuk mengadakan perjalanan ke Jepang selama liburan telah berkurang secara signifikan, mengutip pasangan pengantin baru yang mengganti tujuan bulan madu mereka ke negara lain setelah pelepasan air dimulai.
"Jepang bukan tujuan wisata yang tidak bisa diganti dan tindakannya yang tidak bertanggung jawab tidak dapat diterima," kata pasangan itu, yang dikutip harian tersebut.
Padahal sebelumnya China mengatakan awal bulan ini pihaknya akan melanjutkan tur grup ke Jepang setelah jeda lebih dari tiga tahun akibat pandemi COVID-19.
China tetap menolak keras pelepasan air Fukushima, menyebutnya 'terkontaminasi nuklir', dan memberlakukan larangan total impor hasil laut dari negara tetangganya itu. Media lokal juga melaporkan kekhawatiran konsumen China atas keamanan kosmetik Jepang setelah pelepasan air tersebut.
Beijing Business Today menyebutkan banyak konsumen mulai mengembalikan barang kosmetik Jepang yang telah dibeli dan mengunggah di media sosial daftar merek yang harus dihindari. Harian bisnis itu mengatakan pengguna setia SK-II China yang telah menggunakan produk kosmetik merek Jepang itu selama tujuh sampai delapan tahun bertekad mencari penggantinya setelah stok habis karena khawatir atas pelepasan air Fukushima. (Ant/Antara)