IAEA Akan Terus Monitor Proses Pembuangan Air Radioaktif Jepang
- ANTARA FOTO/REUTERS/Minwoo Park/hp/aa.
Jakarta – Badan Energi Atom Internasional (IAEA) sedang melakukan pengumpulan sampel secara independen dan berjanji akan terus memonitor proses pembuangan air limbah radioaktif dari PLTN Fukushima di Jepang ke laut.
Dalam cuitannya di media sosial X, Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi, melaporkan bahwa IAEAÂ telah melakukan verifikasi yang menunjukkan, menurut kesimpulan, kadar tritirum dalam air limbah yang dilepaskan ke laut jauh di bawah batas operasional.
Kesimpulan itu didapat berdasarkan pengambilan sampel terbaru di Fukushima Daiichi. "Kami akan melanjutkan pengambilan sampel dan pemantauan independen hingga (prosesnya) selesai," tulis Grossi.
Dia juga menegaskan bahwa IAEA akan melakukan pemantauan secara berkelanjutan di PLTN tersebut sampai seluruh proses pembuangan air limbah radioaktif selesai. “Hari ini saya menegaskan kembali kepada Menteri Luar Negeri Jepang Hayashi Yoshimasa bahwa kami akan berada di sana sampai tetes terakhir habis," tulis Grossi.
Pada Juli, IAEA mengatakan dampak radiologi terhadap manusia dan lingkungan dalam proses pelepasan limbah nuklir dari Fukushima bisa diabaikan.
Namun, pernyataan tersebut tidak serta merta mendukung keputusan pemerintah Jepang --yang mengundang kritik dan kecaman dari berbagai negara, terutama yang bertetangga dan berbatasan langsung dengan Tokyo.
Jepang mengabaikan penolakan dari komunitas nelayan lokal dan China dengan mulai membuang air limbah nuklir dari PLTN Fukushima pada 24 Agustus. Pada tahap pertama, operator Tokyo Electric Power Company (TEPCO) akan mengencerkan sekitar 7.800 ton air olahan dengan air laut, dan air encer tersebut akan dikeluarkan selama 17 hari berturut-turut.
TEPCO telah mengisi fasilitas, yang disebut poros pembuangan vertikal, dengan air yang telah diolah dan diencerkan. Setiap ton air yang diolah dicampur dengan sekitar 1.200 ton air laut. Terdapat sekitar 1,3 juta ton air olahan di kompleks TEPCO. Operator kehabisan kapasitas penyimpanan sehingga memaksa Jepang membuang air tersebut ke laut. (Ant/Antara)