China Sengaja Undang Pejabat Asing ke Xinjiang Demi Ubah Image Muslim Uighur
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Xinjiang – China baru-baru ini mengundang sejumlah pihak untuk mengunjungi wilayah Xinjiang, yang menjadi rumah bagi jutaan Muslim Uighur dan etnis minoritas lainnya.
Diantaranya, 25 duta besar yang memiliki kantor di Beijing, serta diplomat negara-negara berkembang yang mendapatkan visa alternatif ke Xinjiang China, lengkap dengan akomodasinya.
Delegasi serta diplomat dari Dominika, Myanmar, Iran, Kyrgyzstan, Uzbekistan, Pakistan, Nikaragua dan Meksiko, mendapatkan ‘free pass’ masuk ke Xinjiang 31 Juli hingga 3 Agustus lalu, dan China akan membuka kesempatan lain bagi pengunjung terpilih lainnya.
Kantor berita Xinhua dan CGTN milik pemerintah China yang meliput kegiatan ‘pelesiran’ ke ibu kota Xinjiang, Urumqi, kota Aksu, Kashgar dan tempat-tempat lainnya, menampilkan suasana terkini kekinian Xinjiang saat dikunjungi para diplomat.
China mengandalkan kunjungan yang diselenggarakan pemerintah bagi pejabat asing dan orang-orang berpengaruh dari berbagai profesi, untuk mempromosikan visi alternatif kehidupan Muslim Uighur di Xinjiang, di tengah meningkatnya kecaman oleh negara-negara Barat atas penganiayaan terhadap etnis minoritas Turki lainnya.
Motif dipertanyakan
Merespons hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) menilai langkah China membuka visi alternatif ke wilayah Xinjiang menjadi dipertanyakan oleh negara-negara dunia, khususnya yang tidak di ikut serta dalam kunjungan tersebut.
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa menyebut visa alternatif yang diberikan Beijing kepada pihak-pihak tertentu, disinyalir sebagai upaya mengubah image Xinjiang, yang sebelumnya dikenal dunia sebagai tempat pelanggaran berat HAM bagi etnis minoritas di China.
“Pertama, wajar jika banyak negara yang menyangsikan sekaligus mensinyalir Beijing ‘open bo’ ke Xinjiang untuk mengubah pandangan dunia yang terlanjur mengetahui kejahatan dan pelanggaran berat HAM di sana,” kata AB Solissa kepada wartawan, Kamis, 24 Agustus 2023.
Apalagi, lanjut AB Solissa, Beijing hanya mengundang negara-negara tertentu, bukan negara yang memiliki kepedulian tinggi terhadap HAM seperti Amerika Serikat atau Inggris.
CENTRIS menyebut pada awal Februari 2023, delegasi tamu lain yang terdiri dari duta besar dan diplomat dari negara-negara Afrika, termasuk Senegal, Benin, Mali, Rwanda, Madagaskar, Malawi, Uganda, Lesotho, dan Chad, mengunjungi Xinjiang dan menyatakan dukungan untuk kebijakan China di sana.
“Negara-negara yang telah menerima utang atau mendapat bantuan China di bawah Belt and Road Initiative, menjadi prioritas Beijing untuk mengunjungi Xinjiang,” ungkap AB Solissa.
Enam hari sebelum para diplomat mengunjungi Xinjiang, pemerintah China mengadakan seminar di Urumqi untuk menyampaikan narasi negaranya tentang wilayah tersebut. Selama diskusi, perpanjangan tangan Partai Komunis di pemerintah China menceritakan kisah bahagianya Muslim Uighur, dan etnis minoritas di Xinjiang kepada para diplomat.
Bahkan, media China juga menampilkan kembali momen saat Konselor untuk urusan ekonomi-komersil Kedutaan Besar Mexico di Beijing, Hector Dorbecker, mencoba memainkan alat musik dutar, kecapi berdawai dua berleher panjang, di Desa Jiayi di Xinhe, Daerah Otonom Uighur Xinjiang.
“Pemerintah China juga mensponsori jurnalis asing dalam perjalanan ke Xinjiang, dimana Pejabat China mengatur sekelompok jurnalis dari 10 outlet media asing untuk melakukan tur ke kota-kota besar di Xinjiang pada April 2021 lalu,” lanjut AB Solissa.
Sementara China mengundang orang-orang dari negara-negara yang bersimpati pada perspektifnya untuk mengunjungi Xinjiang, Beijing tetap menolak permintaan Amerika Serikat dan kelompok hak asasi manusia agar penyelidik independen dapat mengunjungi wilayah tersebut.
“Jika semuanya baik-baik saja, mengapa tidak membiarkan penyelidik internasional independen mengunjungi Xinjiang, mengingat banyaknya bukti telah terjadi kejahatan kemanusiaan paling serius di wilayah Xinjiang,” tutur AB Solissa.
“Jika mau Beijing benar mau ‘open bo’, ke Xinjiang, ya seyogianya jangan tebang pilih dong, jangan negara-negara tertentu apalagi yang ngutang sama China. Wajar jika dunia melihat ini akal-akalan Tiongkok untuk mengubah citra mereka,” pungkas AB Solissa.