Penyidik PBB Ungkap Para Narapidana di Penjara AS Dapat Perlakuan Kejam
New York – Penyelidik independen PBB mengunjungi pusat penahanan Amerika Serikat (AS), di Teluk Guantanamo, pada Senin, 26 Juni 2023. Dia mengatakan bahwa 30 pria yang ditahan di sana mendapat perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan.
Penyelidik, sekaligus profesor hukum Irlandia Fionnuala Ní Aoláin, mengatakan dalam konferensi pers, dan merilis laporan setebal 23 halaman laporannya kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB, bahwa serangan tahun 2001 di New York, Washington dan Pennsylvania, menewaskan hampir 3.000 orang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Namun, dia mengatakan bahwa penggunaan penyiksaan dan rendisi terhadap tersangka pelaku dan rekan mereka pada tahun-tahun setelah serangan melanggar hukum hak asasi manusia internasional.
Selain itu, dia menambahkan dalam banyak kasus, korban dan penyintas kehilangan keadilan karena informasi yang diperoleh dari penyiksaan tidak dapat digunakan di persidangan.
Ní Aoláin mengatakan bahwa kunjungannya merupakan yang pertama ke AS, dan dia telah mendapatkan izin administrasi dari PBB untuk penyelidik mengunjungi fasilitas tersebut, yang dibuka pada tahun 2002.
Meski demikian, dia memuji pemerintahan Biden karena memimpin dengan memberi contoh dengan membuka Guantanamo, dan bersiap untuk mengatasi masalah hak asasi manusia yang paling sulit. Dia juga mendesak negara lain yang melarang PBB untuk melakukan misi akses ke fasilitas penahanan untuk mengikuti jejak Biden.
"Saya diberi akses ke semua (tempat) yang saya minta, termasuk mengadakan pertemuan di fasilitas di Kuba dengan tahanan bernilai tinggi dan tdak bernilai tinggi," tuturnya.
Ní Aoláin mengatakan perbaikan yang signifikan telah dilakukan pada pengurungan tahanan, tetapi tetap ada keprihatinan serius tentang penahanan berkelanjutan terhadap 30 pria, yang katanya menghadapi ketidakamanan, penderitaan, dan kecemasan yang parah.
Dia juga mengutip contoh-contoh termasuk pengawasan yang hampir konstan, pemindahan paksa dari sel mereka dan penggunaan pengekangan yang tidak adil.
"Saya mengamati bahwa setelah dua dekade ditahan, penderitaan orang-orang yang ditahan sangat mendalam, dan ini terus berlanjut," kata Dewan Keamanan PBB, yang merupakan pelapor khusus tentang pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan mendasar saat melawan terorisme.
“Setiap tahanan yang saya temui hidup dengan bahaya yang tak henti-hentinya yang mengikuti dari praktik sistematis pemindahan, penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang.”
Tekanan Psikologis
Ní Aoláin, yang merangkap seorang profesor di University of Minnesota dan di Queens University di Belfast, Irlandia Utara, mengatakan ada tanggapan serius dari banyak tahanan untuk melihat seseorang yang bukan pengacara atau terkait dengan pusat penahanan, beberapa untuk pertama kali dalam 20 tahun. Selama kunjungan tersebut, katanya, dia dan timnya meneliti setiap aspek Guantanamo.
Ní Aoláin mengatakan banyak tahanan yang dia temui menunjukkan bukti bahaya dan tekanan psikologis yang mendalam, termasuk kecemasan yang mendalam, ketidakberdayaan, keputusasaan, stres dan depresi, dan ketergantungan.
Dia menyatakan juga mengungkapkan keprihatinan serius atas kegagalan pemerintah AS untuk menyediakan program rehabilitasi penyiksaan kepada para tahanan.
"Perawatan spesialis dan fasilitas di Guantanamo tidak memadai untuk memenuhi masalah kesehatan mental dan fisik para tahanan yang kompleks dan mendesak, mulai dari cacat permanen dan cedera otak traumatis hingga nyeri kronis, gastrointestinal dan masalah kencing."
Ní Aoláin mengungkapkan keprihatinan yang mendalam bahwa 19 dari 30 pria yang tersisa di Guantanamo tidak pernah didakwa dengan satu kejahatan pun.
Dia juga menemukan persidangan yang tidak adil dan kekurangan proses hukum dalam sistem komisi militer, dan menyatakan keprihatinan atas tingkat kerahasiaan dalam semua proses peradilan dan administrasi.
Dia menyimpulkan AS gagal mempromosikan jaminan-jaminan pengadilan yang adil.
Ní Aoláin membuat serangkaian rekomendasi yang panjang dan mengatakan penjara di Teluk Guantanamo harus segera ditutup, tujuan dari pemerintahan Biden.
Di antara rekomendasi utamanya untuk pemerintah AS, dia mengusulkan AS untuk memberikan rehabilitasi khusus dari penyiksaan dan trauma kepada para tahanan, dan memastikan bahwa semua tahanan mereka diberikan setidaknya satu panggilan telepon setiap bulan dengan keluarga mereka, dan jaminan akses yang sama kepada penasihat hukum untuk semua tahanan.
Duta Besar AS untuk Dewan Hak Asasi Manusia, Michele Taylor, mrngatakan bahwa Ní Aoláin adalah penyelidik pertama PBB, khusus untuk mengunjungi Guantanamo dan telah diberi akses yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Para tahanan hidup secara komunal dan menyiapkan makanan bersama, menerima perawatan medis dan psikiatri khusus, diberi akses penuh ke penasihat hukum dan berkomunikasi secara teratur dengan anggota keluarga,” bunyi pernyataan Dubes AS.
"Namun demikian, kami dengan hati-hati meninjau rekomendasi (pelapor khusus) dan akan mengambil tindakan yang tepat, sebagaimana diperlukan,” lanjutnya.
Amerika Serikat juga mengklaim bahwa pemerintahan Biden telah membuat kemajuan yang signifikan menuju penutupan Guantanamo, dengan memindahkan 10 tahanan dari fasilitas tersebut. Dia juga menambahkan bahwa mereka sedang mencari lokasi yang cocok untuk sisa tahanan yang memenuhi syarat untuk dipindahkan.