Demokrasi Semakin Terkikis, China Hapus Lagu Glory to Hong Kong dari Platform Musik
- ANTARA/Reuters/Tyrone Siu/as
Hong Kong – Lagu kebangsaan demonstrasi pro-demokrasi Hong Kong pada 2019 telah dihapus dari platform streaming, karena dilarang oleh pemerintah pengadilan. Glory to Hong Kong telah menduduki puncak tangga lagu iTunes kota itu minggu lalu, setelah pemerintah mengumumkan niatnya untuk memasukkan lagu tersebut ke dalam daftar hitam dengan alasan keamanan.
Pada hari Rabu, 14 Juni 2023, rekaman untuk lagu itu menghilang dari Spotify dan iTunes.
Lagu tersebut telah menjadi sasaran pihak berwenang setelah dimainkan sebagai pengganti lagu kebangsaan Tiongkok di beberapa acara.
Kritikus mengatakan larangan dari pemutaran lagu itu adalah sikap lain dari tindakan keras Beijing untuk membasmi perbedaan pendapat di Hong Kong terhadap pemerintah pusat China.
Melansir dari BBC Internasional, Jumat, 16 Juni 2023, jika Glory to Hong Kong dilarang, siapa pun yang terlibat dalam penyiaran, pertunjukan, penjualan, atau distribusi lagu tersebut, termasuk di internet, dapat dituntut berdasarkan Undang-Undang Keamanan Nasional yang berlaku di kota tersebut.
Hong Kong, yang merupakan bekas jajahan Inggris, adalah Daerah Administratif Khusus China. Penduduknya seharusnya menikmati kebebasan yang lebih luas dibandingkan dengan daratan China. Namun, para advokat mengatakan kebebasan berdemokrasi telah terkikis dalam beberapa tahun terakhir.
Pada Kamis, 15 Juni 2023, sebagai tanggapan atas laporan penghapusan lagu itu, Spotify mengklarifikasi bahwa lagu tersebut telah dihapus oleh distributor, perusahaan perantara yang menangani lisensi lagu tersebut ke platform musik.
Namun, Komposer lagu tersebut mengatakan bahwa dia tidak meminta lagu tersebut untuk dihapus.
Lagu protes ini ditulis dalam bahasa Kanton selama demonstrasi 2019, dengan lirik: "Revolusi zaman kita. Semoga orang memerintah dapat dibanggakan dan kita bebas, sekarang dan selama-lamanya. Kemuliaan bagimu Hong Kong."
Banyak penduduk lokal di Hong Kong bergegas mengunduh lagu tersebut dalam beberapa hari terakhir karena larangan pengadilan membayangi.
Sebuah pengadilan akan mengeluarkan putusan pada hari Senin, 19 Juni 2023, tetapi ini hal itu ditunda setelah hakim meminta pemerintah Hong Kong untuk lebih spesifik dalam ruang lingkup permintaannya.
Selama berbulan-bulan, pihak berwenang telah mencoba menghapus atau menutupi semua jejak lagu tersebut secara online. Glory to Hong Kong telah dilarang juga diputar di sekolah sejak 2020.
Pemerintah Hong Kong telah mengajukan petisi kepada Google agar lagu tersebut dihapus atau diberi peringkat lebih rendah dalam hasil pencarian, namun hal itu tidak berhasil.
Pencarian web untuk lagu kebangsaan Hong Kong terus menampilkan Glory to Hong Kong secara teratur alih-alih lagu resmi China, March of the Volunteers.
Pada hari Selasa, 13 Juni 2023, pemimpin Hong Kong John Lee menegaskan bahwa lagu itu tidak sesuai dengan kepentingan nasional".
"Daerah Administratif Khusus Hong Kong memiliki tugas dan kewajiban untuk menjaga keamanan nasional, dan kita harus melakukannya secara proaktif dan juga preventif,” ujarnya.
Di lain sisi, kelompok HAM mengatakan lagu itu bukan ancaman bagi keamanan nasional.
"Keamanan nasional tidak boleh digunakan sebagai alasan untuk menyangkal hak orang untuk mengekspresikan pandangan politik yang berbeda," tutur kepala tim China Amnesty International, Sarah Brooks.
Tahun lalu, seorang pemain harmonika juga ditangkap karena memainkan lagu tersebut di luar konsulat Inggris di Hong Kong untuk berkabung atas kematian Ratu Elizabeth II.
Menanggapi protes massal tahun 2019, China mengesahkan undang-undang keamanan nasional untuk memulihkan stabilitas kota. Namun, para kritikus mengatakan hal itu dirancang untuk menekan perbedaan pendapat dan mengurangi otonomi Hong Kong.