Rusia Dakwa Hakim dan Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional Atas Surat Penangkapan Putin
- Kremlin Pool Photo via AP
VIVA Dunia – Rusia pada hari Minggu, 21 Mei 2023, resmi mengumumkan dakwaan in absentia untuk seorang hakim dan jaksa Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang mengeluarkan surat perintah penangkapan atas kejahatan perang Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Hakim Rosario Salvatore Aitala, dan jaksa Khan Karim Asad Ahmad keduanya didakwa telah mempersiapkan serangan terhadap perwakilan negara asing yang mendapatkan perlindungan internasional untuk memperumit hubungan internasional," kata pernyataan dari Komite Investigasi Nasional, dikitip dari AP, Senin, 22 Mei 2023.
Masing-masing juga menghadapi tuduhan lain. Hukuman bisa membawa hukuman penjara hingga 12 tahun. Komite juga mengatakan pejabat ICC lainnya sedang diselidiki.
Surat perintah bulan Maret terhadap Putin menuduhnya bertanggung jawab secara pribadi atas penculikan anak-anak dari Ukraina. Pengadilan juga mendakwa Maria Lvova-Belova, komisaris kepresidenan Rusia untuk hak-hak anak.
Pengadilan mengatakan ada alasan tertentu bahwa Putin memikul tanggung jawab pidana individu atas dugaan kejahatan, karena telah melakukannya secara langsung bersama orang lain.
Tuduhan ICC, yang terkait dengan dugaan praktik kejahatan dan lainnya, adalah yang pertama, yang secara resmi diajukan terhadap pejabat di Moskow sejak dimulainya invasi di Ukraina tahun lalu.
Ini adalah pertama kalinya pengadilan global mengeluarkan surat perintah terhadap pemimpin negara, salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Nyatakan Perang ke Rusia
Dalam hal ini, Kremlin menyebut tindakan ICC sebagai tindakan yang berlebihan dan tidak dapat diterima.
"Kami menganggap pengajuan dakwaan itu keterlaluan dan tidak dapat diterima. Rusia, seperti sejumlah negara, tidak mengakui yurisdiksi pengadilan ini dan, oleh karena itu, setiap keputusan semacam ini batal demi hukum untuk Federasi Rusia," cuit juru bicara Kremlin Dmitry Peskov dalam Twitter-nya, dikutip dari CNN Internasional, Sabtu, 18 Maret 2023.
Sekutu Putin yang juga mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, menyatakan menangkap Presiden Rusia Vladimir Putin berdasarkan surat perintah penangkapan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) adalah sama dengan menyatakan perang kepada Rusia.
Berbicara dalam wawancara dengan para pengguna jejaring sosial Rusia VK, Kamis 23 Maret 2023, Medvedev mempertanyakan kompetensi Menteri Kehakiman Jerman Marco Buschmann, yang mengatakan jika Putin berada di Jerman, maka Jerman akan menangkap pemimpin Rusia ini.
"Dia pengacara kan? Apakah dia paham apa artinya ini? Jelas hal ini adalah situasi yang tidak akan pernah terjadi, tetapi taruh saja jika hal tu terjadi. Kepala negara penguasa nuklir datang ke wilayah, katakanlah, Jerman, dan ditangkap," kata Medvedev.
"Artinya apa? Ini pernyataan perang kepada Federasi Rusia. Dan dalam kasus ini, semua roket dan senjata kami lainnya akan terbang ke Bundestag (parlemen Jerman), ke kantor kanselir, dan seterusnya. Tahukah dia ini situasi casus belli (penyebab perang), bahwa ini pernyataan perang, atau apakah dia kurang belajar?" kata Medvedev, melanjutkan.
Dalam pernyataan terpisah via Telegram, Medvedev menyebut surat perintah penangkapan Putin sebagai tanda runtuhnya hukum internasional. Negara-negara besar, kata dia, tidak masuk ICC yang selama keberadaannya telah menuntut tiga puluhan orang tak dikenal.
Dia menjelaskan bahwa sebuah negara dan para pemimpinnya dapat dibawa ke pengadilan hanya ketika sebuah negara kehilangan kedaulatannya atau kalah perang dan menyerah.
Medvedev menambahkan bahwa AS membunuh kredibilitas Pengadilan Kejahatan Internasional yang sudah hampir nol, ketika Washington membuat pengadilan ini berhenti menyelidiki "kejahatan" Amerika yang dilakukan di Afghanistan dan Irak.
Pejabat Rusia itu meyakini bahwa surat perintah penangkapan Putin dikeluarkan atas permintaan Washington, dan akibatnya tidak ada yang akan diadili oleh pengadilan internasional.
"Suramnya matahari terbenam dalam seluruh sistem hubungan internasional segera tiba. Kepercayaan sudah habis," kata Medvedev.