Insinyur Ukraina Kembangkan Rudal yang Bisa Dirakit dari Rumah
- Daily Mail
VIVA – Para Engineer atau insinyur Ukraina telah merancang dan mengembangkan sebuah roket atau misil do-it-yourself atau yang dapat dibuat di rumah mereka sendiri dari bahan sehari-hari, untuk menghujani dan membalas teror para tentara Rusia.
Rudal tersebut bernama Trembita atau yang memiliki arti "rudal rakyat", yang menggunakan teknologi yang sama dengan bom terbang V1 Jerman, atau Doodlebugs, yang digunakan dalam Perang Dunia Kedua, melansir Daily Mail, Kamis, 4 Mei 2023.
Kelompok protes anti-Rusia, Vidsich, telah merancang roket yang bisa dibuat sendiri, yang meski tidak seakurat rudal berpemandu laser, mampu menempuh jarak sekitar 87 mil dari peluncuran.
Rentetan 20 rudal bisa "mengatasi pertahanan udara musuh dan mencapai target pada kedalaman yang cukup", klaim kelompok itu.
Mereka dapat membawa maksimal 20kg bahan peledak dan menghasilkan sinyal termal yang akan coba dihantam oleh pertahanan udara Rusia, membuang-buang amunisi yang mahal.
Kejeniusan senjata improvisasi ini juga terletak pada kemampuannya menipu pasukan Rusia, kata pengembangnya. Dengan melepaskan sinyal termal yang diterima oleh sistem pertahanan udara musuh, Rusia kemudian akan menembakkan amunisi mahal untuk menjatuhkan roket murah.
“Rudal sederhana kami jauh lebih murah daripada tembakan sistem rudal anti-pesawat musuh,” kata Vidsich.
Senjata baru tersebut disamakan dengan roket V1, yang digunakan oleh Nazi di London menjelang akhir Perang Dunia Kedua. Sekitar 5.000 V1, rudal jelajah pertama di dunia, diluncurkan oleh Jerman untuk mengebom London, menyebabkan banyak korban jiwa. Dengan menggunakan bensin sebagai bahan bakar, roket dapat dikirim sejauh 87 mil dari titik peluncurannya.
Ini berarti rudal akan memiliki jangkauan sekitar dua kali lipat dari M142 Himars yang kuat, roket buatan AS yang telah membuktikan salah satu persenjataan paling penting Kyiv dalam perang sejauh ini. "Senjata improvisasi bisa sangat efektif dan Ukraina sangat cerdik dan Rusia sangat tidak kompeten," kata Hamish de Bretton-Gordon, mantan komandan NATO, tentang persenjataan baru itu.